TUGAS
PENILAIAN STATUS GIZI
STATUS
VITAMIN A
PADA KVA
Oleh:
Novriansyah Surahman
S531608030
PROGRAM
STUDI S2 ILMU GIZI
PASCASARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
2017
A. Pendahuluan
Vitamin A merupakan
mikronutrien yang penting untuk fungsi pengelihatan dan pertumbuhan. Pada Negara
Negara berkembang kasus kekurangan vitamin A
memberikan kontribusi besar terhadap kematian bayi dan mordibitas
sehingga hal ini menjadi permsalahan utama gizi di Negara tersebut. Sebaliknya
di Negara Negara maju kasus kekurangan vitamin A jarang dan hampir tidak ada
secara eksklusif terkecuali dengan gangguan absorbsi dan pada bayi yang
terlahir premature. (Helen et al, 2012; Teresa,
2013; Helen, 2013; Christine et
al, 2014). Kekurangan vitamin A dapat menyebabkan gangguan seperti
xerophthalmia dan rabun senja pada anak-anak, anemia dan resistensi terhadap
infeksi yang dapat memperburuk penyakit menular serta resiko kematian. Hal ini
dikarenakan fungsi vitamin A selain untuk pengelihatan dapat pula berperan
dalam pertumbuhan dan perkembangan serta berkontribusi besar terhadap system
imun dan mencegah infeksi (Evellyn, 2014). Berdasarkan hal tersebut maka sangat
lah penting pemberian supplement vitamin A untuk mencegah dampak buruk yang
timbul akibat kekurangan vitamin A. Prevalensi
Kurang Vitamin A pada balita secara signifikan terus menurun. Prevalensi
xerophthalmia pada tahun 1992 sebesar 0.35%, di bawah batas masalah kesehatan
masyarakat, dan turun secara signifikan dibandingkan dengan tahun 1978 (1,3%).
Dari berbagai studi prevalensi kurang vitamin A subklinis (serum retinol
<20 0.8="" 14.6="" 2007="" 2011="" asia="" dari="" dl="" east="" g="" gizi="" juga="" menjadi="" menunjukkan="" mikro="" nasional="" nutrition="" outh="" pada="" penurunan="" sangat="" signifikan="" span="" survey="" tahun="" urvei="" yaitu="" yang="">. 20>
B.
Tujuan
Mempelajari penilaian status gizi vitamin A pada kejadian
KVA ibu hamil dan menyusui.
C.
Indikator Penilaian Vitamin A
Penilaian status gizi secara
biokimia adalah pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratori yang
dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan
antara lain darah, urine, tinja dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati
dan otot. Pemeriksaan biokimia mempunyai kelebihan yaitu dalam penilaian status
gizi memberikan hasil yang lebih tepat dan obyektif daripada menilai konsumsi
pangan dan pemeriksaan lain (Supariasa, 2002).
Pemeriksaan vitamin A secara biokimia yaitu dengan
pemeriksaan serum Retinol Binding Protein (RBP) mempunyai asumsi bahwa RBP
merupakan alat transport retinol. Pemeriksaan serum ini baru terlihat bila
cadangan hati sudah habis atau sebaliknya. Deplesi vitamin A dalam tubuh
merupakan proses yang berlangsung lama, dimulai dengan habisnya persediaan
vitamin A dalam hati, kemudian menurunnya kadar vitamin A plasma, dan baru
timbulnya disfungsi retina, disusul dengan perubahan jaringan epitel.
(Wirjatmadi dan Adriani, 2006)
Kadar vitamin A dalam plasma tidak merupakan kekurangan
vitamin A yang dini, sebab deplesi terjadi jauh sebelumnya. Apabila sudah
terdapat kelainan mata maka kadar vitamin A serum sudah sangat rendah (kurang
dari 5 μg/100 ml), begitu juga kadar RBPnya (< 20 μg/100ml). Konsentrasi
vitamin A dalam hati merupakan indikasi yang baik untuk menentukan status
vitamin A. Akan tetapi, biopsy hati merupakan tindakan yang mengandung resiko
bahaya. Di samping itu, penentuan kadar vitamin A jaringan tidak mudah
dilakukan. Nilai batas normal plasma vitamin A dalam darah (mg/100 ml) untuk
semua umur dikategorikan kurang < 10,
margin 10 – 19, cukup : 20 (Supariasa, 2002)
D. Kekurangan
Vitamin A (KVA)
Kekurangan
vitamin A terjadi karena konsumsi vitamin A yang kurang selama terus menerus
dalam jangka waktu lama atau kelaparan berkepanjangan. Gejala awal yang timbul
dari kekurangan vitamin A adalah rabun senja yang kemudian diikuti oleh
kerusakan kornea mata. Kerusakan kornea dikarenakan pengeringan konjungtiva,
diikuti dengan munculnya bintik-bintik putih buram yang disebut bitot spot.
Kerusakan permanen pada kornea, lensa dan kebutaan total merupakan bagian
proses dari penyakit yang timbul akibat KVA yang disebut Xerophthalmia.
Pada
awal tahun 1900-an terjadi kebutaan total pada bayi di Denmark karena
kekurangan vitamin A. Hal serupa terjadi di India namun dengan skala yang lebih
besar. Pada populasi bayi miskin dimana sumber makanan yang diberikan hanya
kacang merah, terung, labu yang notabene adalah makanan yang rendah vitamin A.
Selama
bertahun tahun masalah kekurangan vitamin A di negara-negara berkembang menekan
peningkatan resiko xeroftalmia yang mencakup semua manifestasi kekurangan
vitamin A, meskipun telah lama menyadari bahwa vitamin A berperan penting dalam
memerangi infeksi. Hal tersebut telah di buktikan oleh green dan mellanby lebih
dari 60 tahun lalu, bahwa ketika hewan dibesarkan dengan diet rendah vitamin A,
hampir semua mati dengan penyakit infeksi atau luka pirogenik.
Sebuah studi yang dilakukan oleh chiao et al
2016 pada tikus hamil yang kekurangan vitamin A menunjukann bahwa tikus induk
yang diberi makan kurang vitamin A sebelum kawin dan selama kehamilan
berpengaruh terhadap perkembangan pankreas janin. Meskipun diferensasi eksokrin
tampak normal, pengembangan jaringan islet telah rusak. Di pankreas bayi tikus
hanya beberapa kelompok sel endokrin dibentuk, dan kelompok sel ini tidak
memiliki endotel kapiler sel. Sehingga dapat menyebabkan penyakit degeneratif
saat dewasa.
E.
Penilaian Status
Vitamin A
Penilaian status gizi secara langsung dibagi menjadi empat
penilaian yaitu antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik. Sedangkan
penilaian status gizi secara tidak langsung dibagi menjadi tiga, yaitu : survey
konsumsi makanan, statistik vital, dan factor ekologi (Supariasa, 2002). Penilaian status gizi secara biokimia adalah
pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratori yang dilakukan pada berbagai
macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain darah, urine,
tinja dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot. Pemeriksaan
biokimia mempunyai kelebihan yaitu dalam penilaian status gizi memberikan hasil
yang lebih tepat dan obyektif dari pada menilai konsumsi pangan dan pemeriksaan lain (Supariasa, 2002).
Pemeriksaan vitamin A secara biokimia yaitu dengan
pemeriksaan serum Retinol Binding Protein (RBP) mempunyai asumsi bahwa RBP
merupakan alat transport retinol. Pemeriksaan serum ini baru terlihat bila cadangan
hati sudah habis atau sebaliknya (Wirjatmadi dan Adriani, 2006).
Metode penentuan status gizi secara biokimia pada vitamin A
meliputi :
1. Serum
Retinol
Kadar serum retinol menggambarkan
status vitamin A ketika vitamin A dalam hati kekerangan dalam tingkat berat
atau sangat berlebihan. Serum retinol merupakan indikator yang sering dipakai
untuk penentuan tingkat KVA pada populasi karena banyak laboratorium yang mampu
menganalisisnya dan merupakan indikator biokimia status vitamin A. Bila kadar
serum retinol dalam darah 20-30µg/dl dapat di katakan simpanan dalam hati masih
cukup, bila kadarnya kurang dari 10 µg/dl sudah sangat rendah dan biasanya
sudah mulai muncul tanda-tanda klinis (WHO, 1996)
2. Serum retinol binding
protein (RBP)
RBP adalah protein transpor spesifik vitamin A,
dinamakan holo RBP ketika berikatan dengan retinol, sedangkan bila tidak ada
ikatan dinamakan apo-RBP. Bila cadangan hati menurun, yang timbul pada tingkat
akhir defisiensi vitamin A, RBP berakumulasi dalam hati menjadi apo-RBP dan kadar
serum retinol dan RBP menurun. Kadar normal RBP dalam darah adalah Pada anak
20-30 µg/dl dan dewasa 40-50 µg/dl, sedangkan pada KVA kadar tersebut dapat
turun sampai 50% (Sandjaja dan Sudikno, 2015).
F.
Penanganan KVA
1.
Suplementasi Vitamin
A pada Ibu Hamil
Kecukupan vitamin A
pada ibu selama masa kehamilan sangatlah penting untuk perkembangan janin dan
cadangan vitamin A dalam ASI. Penelitian Ortega et al mengatakan asupan dan
status vitamin A pada wanita hamil di trimester ke tiga mempengaruhi konsentrasi
vitamin A dalam ASI (Marjanka et al, 2001). WHO memperkirakan 19 juta wanita
hamil diperkirakan mengalami kekurangan vitamin A. Sudah banyak penelitian yang
meneliti tentang dampak dari kekurangan vitamin A pada masa kehamilan
diantaranya anemia, premature, gangguan pertumbuhan janin, berat badan lahir
rendah (BBLR), cacat, prewklamsi, hingga kematian bayi dan ibu (Yang, 2016).
WHO menganjurkan
pemberian suplementasi vitamin A dosis tinggi maksimal 3000µg RE/hari (10.000
IU) atau 25000 IU perminggu selama masa kehamilan. Hal tersebut merupakan upaya
pencegahan dari massalah masalah yang di sebabkan oleh kurangnya vitamin A pada
masa kehamilan (Andrew et al, 2012). Marjanka et al menyatakan suplementasi
vitamin A bermanfaat untuk meningkatkan konsentrasi serum retinol pada bayi
hingga kurang lebih usia 4 bulan. Vitamin A pada ibu baik zat aktif (retinol
dan retinil ester) maupun precursor provitamin A (β carotene) akan diserap oleh
plasenta dan kemudian ditransfer ke janin (Lesley et al. 2015).
2.
Suplementasi Vitamin
A pada Ibu Menyusui
Defiesensi vitamin A masih banyak terjadi di Negara
berkembang. Survei Demografi dan Kesehatan menjukan bahwa di brasil prevalensi
kekurangan vitamin A pada anak anak 17,4% dan pada wanita usia subur (WUS)
12,3%. Wanita hamil dan menyusui memiliki kebutuhan yang lebih tinggi di
banding wanita dalam keadaan normal. Risiko kekurangan vitamin A diperburuk
oleh asupan gizi yang rendah sehingga dapat menimbulkan infeksi pada kelompok
tersebut. Organisasi kesehatan dunia (WHO) menganjurkan pemberian suplementasi
vitamin A dosis tinggi (200.000IU) sampai dengan hari ke-60 setelah melahirkan.
Ross et al dalam evellyn 2014 menegaskan bahwa retinol di bawa kedalam ASI
dalam dua cara yaitu melalui protein yang mengikat retinol (RBP) dan melalui
kilomikron. Asi adalah sumber energi dan zat gizi pada jumlah yang memadai
untuk nutrisi bayi. Kandungan dalam asi meliputi protein, lipid, karbohidrat,
mineral, vitamin, limfosit, immunoglobulin dan faktor pertumbuhan (evellyn et al,
2015).
Sampai akhir kehamilan, gizi seimbang sangat penting
untuk menyuplai zat gizi ke janin dalam rangka mempersiapkan untuk kelahiran
dan menyusui. Pada saat dilahirkan, cadangan vitamin A pada hati bayi
rendah sehingga ASI merupakan sumber
utama asupan vitamin A untuk menjaga kesehatan dan pertumbuhan bayi. Vitamin A
pada ASI berasal dari sirkulasi plasma retinol (pROH) yang terikat dengan
plasma retinol binding protein (pRBP) dan transthyretin dan asupan si ibu
kemudian di angkut oleh kilomikron dan di bawa langsung ke kelenjar susu (Reina
et al, 2014). Penelitian yang dilakukan
Evellyn et al pada ibu menyusui menunjukan bahwa suplementasi vitamin A pada
ibu menyusi terjadi peningkatan kadar retinol dalam ASI pada ibu yang puasa dan
yang tidak. Dalam kondisi puasa, hampir semua retinol beredar dikaitkan dengan
RBP, dan protein ini mengikat sebagian besar vitamin A. Namun ester retinil
diangkut oleh kilomikron bervariasi sesuai dengan kandungan vitamin A dalam
makanan, dan lipoprotein ini berkontribusi pada transportasi retinol ke kelenjar
susu.
G.
Kesimpulan
Kekurangan Vitamin A
(KVA) merupakan masalah gizi yang tak kunjung terselesaikan di Negara Negara
berkembang. Dampak dari KVA sangatlah besar bagi ibu hamil dan bayi seperti seperti
xerophthalmia dan rabun senja pada anak-anak, anemia dan resistensi terhadap
infeksi yang dapat memperburuk penyakit menular serta resiko kematian. Penilaian Status gizi vitamin A dengan menggunakan kadar serum retinol
dan kadar retinol binding protein (RBP). Bila
kadar serum retinol dalam darah 20-30µg/dl dapat di katakan simpanan dalam hati
masih cukup, bila kadarnya kurang dari 10 µg/dl sudah sangat rendah dan
biasanya sudah mulai muncul tanda-tanda klinis. Sedangkan kadar normal RBP
dalam darah pada anak 20-30 µg/dl dan dewasa 40-50 µg/dl, sedangkan pada KVA
kadar dapat turun sampai 50%.
Daftar
Pustaka
Andrew L.
Thorne-Lyman, Wafaie W. Fawzi. 2012. Vitamin A and Carotenoids During Pregnancy
and Maternal, Neonatal and Infant Health Outcomes: a Systematic Review and Meta-Analysis. Paediatric and Perinatal epidemiology
2012, 26 (Suppl. 1), 36–54
Chiao-Yun
Chiena, Hsuan-Shu Lee, Candy Hsin-Hua Cho, Kuo-I Lin, David Tosh, Ruei-Ren Wu, WanYu Mao, Chia-Ning Shen.
2016. Maternal vitamin A
deficiency during pregnancyaffects vascularized islet development. Journal of Nutritional Biochemistry 36 (2016) 51–59
Christine S. Benn, Cesario L. Martins, Ane B. Fisker, Birgitte
R. Dinessa,May-Lill Garly, Ibraima Balde, Amabelia Rodrigues, Hilton Whittle,
Peter Aaby. 2014. Interaction between neonatal vitamin A supplementation
and timingof measles vaccination: A retrospective
analysis of three randomizedtrials from
Guinea-Bissau. Vaccine 32 (2014) 5468–5474
Chun Yang, Jing
Chen, Zhen Liu, Chunfeng Yun, Jianhua Piao and Xiaoguang Yang . 2016. Prevalence and influence factors
of vitamin A deficiency of Chinese pregnant
women. Nutrition Journal (2016) 15:12
Evellyn C. Grilo, Mayara S.R.
Lima, Lahyana R.F. Cunha, Cristiane S.S. Gurgel, Heleni A.Clemente, Roberto Dimenstein. 2014. Effect
of maternal vitamin A supplementation
on retinol concentration in colostrums. J
Pediatr (Rio J). 2015;91(1):81-86
Helen Mactier. 2013. Vitamin A for preterm infants.
Seminars in Fetal & Neonatal Medicine
18 (2013) 166 – 171.
Helen Mactier, MD, Daphne L. McCulloch, PhD, Ruth
Hamilton, PhD, Peter Galloway, MB,
ChB, Michael S. Bradnam, PhD, David
Young, PhD, Timothy Lavy, MBBS, Lesley
Farrell, Sc, and Lawrence T. Weaver, MD. 2012.
Vitamin A Supplementation Improves Retinal Function in Infants at Risk of Retinopathy of Prematurity .
J Pediatr 2012;160:954-59
I.G. Guimarães, C. Lim, M. Yildirim-Aksoy, M.H. Li,
P.H. Klesius. 2014. Effects of dietary levels of vitamin A on growth, hematology,immune response
and resistance of Nile tilapia
(Oreochromisniloticus) to Streptococcus iniae. Animal
Feed Science and Technology 188 (2014) 126– 136
Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia. 2013. Rencana Kerja Pembinaan Gizi Masyarakat Tahun 2013. Direktorat Bina Gizi.
Lesley Wassef,
Varsha Shete, Brianna Costabile, Rebeka Rodas, and Loredana Quadro. 2015. High Preformed Vitamin A Intake during Pregnancy Prevents Embryonic Accumulation of Intact b-Carotene from the Maternal
Circulation in Mice. The Juornal
of Nutrition
Marjanka K.
Schmidt, Siti Muslimatun, Clive E. West, Werner Schultink and Joseph G. A. J. Hautvast. 2001. Vitamin A and
iron supplementation of Indonesian pregnant
women benefits vitamin A status of their
infants. British Journal of
Nutrition (2001), 86, 607–615
Merryana Adriani, Bambang Wirjatmadi. 2014. The effect of adding zinc to
vitamin A on IGF-1, bone age and
linear growth in stunted children. Journal of TraceElements
in Medicine and Biology 28 (2014) 431–435
Ningtyas, Farida Wahyu. 2010. Penentuan Status Gizi Secara
Langsung. Universitas Negeri
Jember
Reina
Engle-Stone, Marjorie, J. Haskell Martin, Nankap Alex, O. Ndjebayi, and Kenneth H. Brown. 2014. Breast Milk Retinol
and Plasma Retinol-Binding Protein
Concentrations Provide Similar Estimates of Vitamin A Deficiency Prevalence and Identify Similar Risk
Groups among Women in Cameroon but
Breast Milk Retinol Underestimates the Prevalence of Deficiency among Young Children. The
Journal of Nutrition.
Riskesdas. 2013. Laporan Riset Kesehatan Dasar 2013. Badan Penelitian pengembagan Kesehatan
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Sandjaja,
Sudikno. 2015. SERUM RETINOL
BINDING PROTEIN (RBP) IBU
MENYUSUI DAN BAYINYA DI DUA KABUPATEN DI
JAWA BARAT. Journal of
The Indonesian Nutrition Association
Supariasa, I Dewa Nyoman. 2002. Penilaian Status Gizi.
Jakarta: EGC
Teresa Murguia-Peniche. 2013. Vitamin D, Vitamin A,
Maternal-Perinatal Considerations: Old
Concepts, New Insights, New Questions. J Pediatr 162:S26-30.
Xia Liu , Ting Cui ,
Yingying Li , Yuting Wang , Qinghong Wang , Xin Li , Yang Bi , Xiaoping Wei , Lan Liu , Tingyu Li ,
Jie Chen. 2014. Vitamin A Supplementation
in Early Life Enhances the Intestinal Immune Response of Rats with Gestational Vitamin A Deficiency by
Increasing the Number of Immune Cells.
Plos One Journal
Yi Yang M.D.,
Ph.D., Yajie Yuan M.D., Yuehong Tao M.D., Ph.D., Weiping Wang M.D., Ph.D. 2011. Effects of vitamin A
deficiency on mucosal immunity and
response to intestinal infection in rats.
Nutrition 27 (2011) 227–232
Z
Laron. 2001. Insulin-like growth factor 1 (IGF-1): a growth
hormone. J Clin Pathol: Mol Pathol
2001;54:311–316
No comments:
Post a Comment