TANDA, GEJALA, DAN DIET
BAGI
REMAJA (15 – 18 TAHUN) DENGAN PREMENSTRUASI
SYNDROM
Wanita mulai dari usia remaja hingga dewasa
normalnya akan mengalami periode menstruasi atau haid dalam perjalanan hidupnya. Sebelum fase menstruasi, seringkali
seorang wanita mengalami premenstrual syndrome (PMS). PMS merupakan gangguan siklus
yang umum terjadi pada wanita muda dan pertengahan, ditandai dengan gejala
fisik dan emosional yang konsisten, terjadi selama fase luteal pada siklus
menstruasi. Gejala pada PMS dapat mengganggu aktivitas wanita sehari-hari
termasuk aktifitas sosial, interpersonal, dan bahkan fungsi sosial (Saryono, 2009).
Lebih dari 200 gejala PMS dijelaskan dalam
berbagai macam literatur, mulai dari gejala ringan hingga gejala berat yang
mengganggu aktivitas normal. Diperkirakan bahwa 85% wanita premenopouse
mengalami setidaknya satu dari gejala pramenstruasi dan 15 – 20% masuk dalam kategori klinis mengalami PMS.
Gejala PMS ini dimulai pada masa remaja dan memburuk pada saat proses penuaan.
Selama usia subur, 40% wanita memiliki beberapa jenis PMS, tapi hanya 3 – 8 %
yang memburuk dan dikategorikan sebagai Premenstrual
Dysphoric Disorder (PMDD) (Zaka dan Mahmood, 2012).
Perilaku makan remaja usia 15 -18 tahun umumnya
sering melakukan diet untuk penurunan berat badan dan konsumsi makanan tinggi
junkfood. Konsumsi junkfood secara teratur menyebabkan kelebihan energi,
protein, dan lemak namun rendah vitamin dan mineral. Diet yang tidak tepat pada
remaja dapat menyebabkan kurangnya asupan gizi makro dan mikronutrien yang
dibutuhkan tubuh. Remaja perempuan dengan riwayat pola makan tidak seimbang dan
kurang aktivitas fisik beresiko mengalami kejadian PMS. Untuk itu,
penatalaksanaan diet dan pola hidup yang sehat diperlukan dalam mengurangi
dampak PMS (Rupa et. al, 2013).
A.
TANDA
DAN GEJALA PREMENSTRUAL SYNDROM
Tanda
dan gejala PMS bervariasi mulai dari beberapa hari hingga mencapai 2 minggu.
Gejala biasanya memburuk 1 minggu sebelum dan mencapai puncaknya 2 hari sebelum
menstruasi mulai. Menurut (Ryu dan Kim, 2015),
secara umum tanda dan gejala PMS dikategorikan menjadi 3 yaitu gejala fisik,
psikologis atau emosional, dan perilaku, sebagai berikut:
1. Gejala fisik, seperti kelelahan, payudara
penuh, sakit kepala, peningkatan berat badan, nyeri bagian tubuh, pembekaan
pada extremitas, kram perut, perut kembung,
timbulnya jerawat, sembelit, mudah haus dan lapar.
2. Gejala
emosional, seperti mudah marah, gugup, perubahan suasana hati (mood swing), perasaan mudah sedih,
depresi, dan konflik interpersonal.
3. Gejala
perilaku, seperti hypersomnia/ insomnia, peningkatan atau penurunan nafsu
makan, lesu dan ditandai kekurangan energi.
Menurut Guy
Abraham (1986) dalam MRI (2003), gejala premenstruasi dapat dibagi
berdasarkan klasifikasinya :
1. Tipe
– A, merupakan subtipe paling umum yang ditandai oleh kecemasan yang
berlebihan, ketegangan saraf, sensitif. Peningkatan kadar estrogen darah dan
penurunan progesteron menyebabkan hal tersebut.
2. Tipe
– H, subtipe paling umum kedua yang ditandai dengan retensi cairan dan garam,
perut kembung, nyeri payudara, dan peningkatan berat badan. Peningkatan kadar
aldosteron yang berfungsi mengatur kadar elektrolit.
3. Tipe
– C, ditandai dengan peningkatan nafsu makan, keinginan untuk makan makanan
manis seperti gula halus dan olahan karbohidrat seperti roti, kue, keripik, dan
makanan ringan. Diikuti oleh gejala kelelahan, jantung berdebar, sakit kepala,
dan perasaan gelisah yang berlebihan. Pada tipe ini ditemukan perubahan kadar
gula darah yang berlebihan.
4. Tipe
– D, subtipe paling berbahaya karena menimbulkan gejala bunuh diri. Gejala yang
ditimbulkan adalah depresi, penarikan diri dari lingkungan, insomnia,
pelupa,dan kebingungan. Hal ini disebabkan karena tingginya kadar hormon
progesteron dan rendahnya hormon esterogen pada fase pertengahan luteal.
Deteksi dini
untuk mengetahui resiko tinggi wanita menderita PMS dapat dilihat dari kadar
hs-CRP protein, Indeks Masa Tubuh (IMT), dan ukuran lingkar pinggang. Basir et. al (2012) melakukan penelitian terhadap
30 responden wanita usia reproduksi (14 – 30 tahun) yang memiliki siklus
menstruasi teratur.terdiri dari 15 orang yang memiliki IMT normal, dan 15 orang
yang memiliki IMT obesitas. Hasil penelitian menunjukkan wanita dengan kadar
hs-CRP tinggi 5 kali beresiko untuk terjadi PMS. Selain itu, peningkatan indeks
massa tubuh dan ukuran lingkar pinggang wanita masing-masing meningkatkan 21 kali
dan 5 kali beresiko terjadinya PMS.
B.
PENATALAKSANAAN
DIET PREMENSTRUAL SYNDROM
Menurut
Bussel (2013) terapi untuk penderita PMS pada
remaja pertengahan usia 15 – 18 Tahun menggunakan gabungan terapi yaitu dengan
pengaturan makanan / diet, suplemen,dan obat-obatan. Gejala PMS ringan sampai
sedang, perubahan gaya hidup dan pola makan yang sehat dapat membantu
mengurangi dan meringankan gejala. Namun, gejala PMS berat membutuhkan
pengobatan lebih lanjut menggunakan obat-obatan serta ditunjang dengan pola
makan yang sehat. Terdapat 4 cara untuk terapi pada penderita PMS, yaitu :
untuk lebih lanjut silah kan DOWNLOAD disini
No comments:
Post a Comment