Monday, 11 March 2019

MALABSORBSI LAKTOSA (LAKTOSE INTOLERANT)

DOWNLOAD VERSI PDF
BAB I
PENDAHULUAN


A.      Latar Belakang
Malabsorbsi laktosa adalah kondisi yang sangat umum terjadi di seluruh dunia, insidennya semakin meningkat dan bervariasi antar etnik.  Intoleransi laktosa disebabkan karena bakteri didalam usus besar memfermentasikan laktosa yang tidak dapat dicerna menjadi asam lemak rantai pendek, hidrogen, metana dan karbon dioksida yang mengakibatkan gejala sakit perut, kembung, dan atau diare (Suchy et al, 2010).
     Menurut konsensus dari Institut Kesehatan Nasional (NIH) mendefinisikan intoleransi laktosa adalah sindrom klinis yang ditandai dengan gangguan gastrointestinal setelah mengkonsumsi makanan atau minuman yang mengandung laktosa, gejala tersebut dapat diketahui melalui Hydrogen Bearth Test (HBT). Banyak orang yang menderita intoleransi laktosa tidak melaporkan kejadiannya sehingga kejadian intoleransi laktosa tidak diketahui prevalensinya (Shaukat et al, 2010)
 Banyak strategi untuk mengurangi gejala gastointestinal akibat intoleransi laktosa yaitu dengan memilih makanan atau minuman yang bebas laktosa atau menguranginya (Keith et al, 2011) memilih makanan atau minuman hasil fermentasi susu (Suchy et al, 2010) mengkombinasikan makanan yang mengandung laktosa dengan makanan lain (Savaiano et al, 2006) minum tablet enzim laktase (Vesa et al, 1996) mengkonsumsi probiotik (Jelema et al, 2010) mengadaptasikan kolon atau sampai dengan pendekatan psikologis (Shaukat et al, 2010). Namun tidak satupun dari strategi ini dapat gejala, maka NIH mempunyai tujuan untuk mengadakan penelitian lebih lanjut untuk mengevaluasi efektivitas dari intervensi mengatasi intoleransi laktosa (Shaukat et al, 2010)
Pada saat ini mengkonsumsi susu segar tanpa pasteurisasi sangat meningkat popularitasnya dan bahkan muncul sebagai gerakan nasional, meskipun  pengakuan bahwa susu segar aman dari bakteri patogen (Oliver et al, 2009). namun produsen susu mengakui bahwa susu segar juga dikaitkan dengan penyakit radang usus dan intoleransi laktosa walaupun klaim ini kurang bukti ilmiah. Apabila dibandingkan dengan yogurt pasteurisasi  dari susu segar, yogurt ini mengandung kultur bakteri hidup  yang mempunyai aktivitas laktase yang secara signifikan mengurangi malabsorbsi laktosa di usus kecil (Vrese et al, 2001). Berkaitan dengan hal tersebut maka susu segar tanpa pasteurisasi juga mengandung sejumlah besar bakteri yang masih hidup seperti bakteri strain lactobacilli (Quiros et al, 2006) Hal ini yang memunculkan hipotesa bahwa tambahan mikroflora dapat membantu mencerna laktosa dibandingkan susu pasteurisasi.

B.     Tujuan
                 Tujuan dari penelitian pilot ini adalah untuk menguji breath hydrogen (H2) yang merupakan ukuran standar dari ditegakkannya diagnosa intolerasi laktosa akan berkurang setelah mengkonsumsi susu segar dibandingkan susu pasteurisasi, penelitian ini  menggunakan susu kedelai sebagai kontrol.


























BAB II
METODELOGI PENELITIAN


A.    Subjek Penelitian
Subjek penelitian diambil dari masyarakat setempat yang berdekatan dengan Universitas Stanford. Kriteria kalayakan untuk menjadi subjek dalam penelitian ini adalah intoleransi laktosa dilaporkan sendiri oleh subjek penelitian dengan intoleransi laktosa yang moderat atau sampai tahap yang parah. Kriteria eksklusi dari penelian ini adalah peserta yang menderita intoleransi laktosa dengan antibiotik, mempunyai riwayat diare pada satu bulan terakhir, mempunyai penyakit gangguan gastrointestinal selain karena intoleransi laktosa.
Peserta yang memenuhi syarat disaring menggunakan HBT standar. Peserta yang masuk dalam penelitian dalah peserta yang mempunyai konsentrasi hidrogen naik menjadi 25 ppm atau lebih tinggi dan yang secara bersamaan mengalami gejala intoleransi laktosa. Peserta menerima 150 dolar sebagai kompensasi. Semua peserta penelitian diberikan penjelasan sebelum penelitian dan menandatangani persetujuan untuk menjadi subjek penelitian ini.

B.     Disain Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain randomise double blind, 3 way crossover. Prosedur yang dilakukan oleh setiap peserta adalah mengkonsumsi 3 jenis sususelama masing-masing 8 hari yaitu susu organik segar, susu organik pasteurisasi dan susu kedelai sebagai kontrol. Setiap 8 hari setelah mengkonsumsi susu, subjek penelitian diberikan fase pengobatan dan fase washout selama 1 minggu. Peserta diminta untuk menghindari makanan dan minuman yang mengandung  laktosa selain produk penelitian.
Komposisi zat gizi susu dan dosis untuk setiap fase selama 8 hari dapat dilihat pada gambar 1. Selama 8 hari subjek diberikan masing-masing produk susu dengan dosis 473 ml, setiap fase dan dosis susu diberikan secara bertahap untuk mengekplorasi secara nyata toleraransi subyek terhadap laktosa. Subyek diberikan pilihan untuk mengkonsumsi kurang dari dosis yang ditentukan pada titik dimana subjek mengalami gejala yang tidak tertahankan. Subjek diwajibkan mengembalikan sisa susu untuk diukur oleh staf penelitian untuk data seberapa banyak susu yang dapat dikonsumsi oleh subjek.
 Penelitian ini dilakukan dengan metode randomize double blind, dimana peneliti tidak mengetahui subjek mana yang mendapatkan produk susu, dan subjek ditentukan secara acak untuk mendapatkan produk susu dan subjek mendapatkan perintah dari masing-masing perlakuan dari perintah tertulis yang dimasukkan didalam sebuah amplop.


C.    Produk Susu
Susu segar yang digunakan adalah susu segar  dan susu pasteurisasi dengan grade A. Susu tersebut diproduksi oleh produsen susu organik Horison. Dari 12 tipe susu yang berbeda terdapat susu kedelai dengan rasa dan penampilan dibuat seperti susu sapi. Kedelai yang digunakanadalah kedelai dengan merk Original Classic yang diproduksioleh The Hain Celestial Group. Komposisi gizi dari produk susu terdapat pada tabel 1.

D.    Blinding
Persiapan dan distribusi masing-masing tipe produk susu untuk memaksimalkan palatabilitas maka masing-masing produk susu diberikan sirup perasa vanila bebas gula dengan merek Torani dengan perbandingan 1:31 untuk memberikan rasa yang sama pada susu. Agar pengambil data tidak mengetahui maka pada masing-masing produk susu diberikan kode oleh peneliti (S.M) untuk produk yang tidak berpartisipasi sementara sebagian peneliti (QV dan JH) untuk susu yang diditribusikan oleh partisipan dan mengingat kembali blinding dan lama penelitian. Semua telah di standarisasi

E.     Pengumpulan Data
Uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah Hydrogren Breath Test, karena alat ini dapat mengukur peningkatan H2 setelah responden mengkonsumsi laktosa sesuai dengan tingkat malabsorsi laktosa. Mereka yang telah memenuhi syarat yang ditentukan skrining survei online awal diundang  untuk menyelesaikan 3 jam HBT. Nilai HBT menunjukkan adanya sampel udara yang mengandung 20 ml atau lebih dikumpulkan sebelum dan pada 9 interval 20 menit berturut-turut setelah beban oral 25 g laktosa dilarutkan dalam air, dengan melanjutkan puasa selama  3 jam tes. Konsntrasi H2 yang expired disimpan dalam tabung plastik dengan stopcoks dan ukuran dalam 12 jam dalam bagian perseribu dengan ker dengan H2 Mic menggunakan kromatografi gas (Breath Tracrolyzer, model SC, Quintron Instrument). Peserta dengan tingkat level H2 naik 25 ppm atau lebih diatas nilai dasar dan yang mengalami gejala laktosa intoleransi selama pengujian dimasukkan dalam penelitian.
Setelah mendaftar, pada hari 1 dan 8 masing-masing fase, peserta menyelesaikan sama 4 jam HBT setelah konsumsi susu ditugaskan. Sampel dikumpulkan untuk 4 bukan 3 jam selama pengujian dilakukan dengan studi milks untuk menjelaskan lagi waktu pencernaan susu relatif terhadap solusi laktosa digunakan untuk HBT screening. Konsentrasi H2 yang dinyatakan sebagai daerah di bawah kurva H2 atas dasar (AUC ΔH2) di bagian per  juta per menit per 10-2 (ppm · min · 10-2), dihitung sesuai dengan aturan linear trapesium mengabaikan setiap daerah di bawah baseline, 37 dan peningkatan semaksimal lebih konsentrasi dasar (peak ΔH2) di bagian per million.








F.     Gejala Intoleransi Laktosa
Gejala yang sering ditemui pada intoleransi laktosa adalah flatus/gas, diare, audible bowel dan abdominal cramping. Log /catatan dilengkapi dengan 52 poin. 4 kali selama skrining  di HBT (pada saat di garis dasar dan 3 berurutan 1 jam berurutan) 5 kali selama HBT dalam 1 hari 8 pada masing-masing fase (pada garis dasar dan 4 berturu-turut interval 1 jam) satu kali perhari dan 2 hari selama 7 pada masing-masing fase.

G.    Metode Statistik
Ukuran sampel ditentukan berdasarkan seleksi dari 25% dengan AUC H2. Analisis data  menggunakan analisis varian ANOVA. Kemudian untuk menguji perbedaan efek klinis  1,0 dengan disain crossover secara signifikan, ini menentukan 15 subjek dengan yield 95% dengan α = 0,05 untuk mengetahui 25% penurunan. Perbedaan dalam AUC H2 dan  puncak konsentrasi ΔH2 (hasil utama) diantara produk susu yang digunakan dengan dinilai dengan uji analisis varian ANNOVA. Uji ANNOVA juga dilakukan untuk menilai hasil kedua (secondary outcome) yaitu hasil pengukuran H2 dan  tingkat munculnya gejala malabsorbsi laktosa untuk mengji beda digunakan uji match pairs t test. Uji ini juga digunakan untuk uji beda untuk         AUC ΔH2  dan konsentrasi puncak ΔH2  antara hari 1 dan 8 pada masing-masing fase. Pada analisis masing-masing, hanya peserta penelitian dengan hasil yang lengkap yang dimasukkan dalam pengujian statistik. Semua uji statistik yang 2-tailed menggunakan α <0 o:p="">












BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN


A.    Hasil Penelitian pasa Studi Populasi
Peserta pendaftaran dimulai pada Mei 2010, dan studi yang berakhir pada September 2010. Dari 63 calon peserta disaring menggunakan HBT, 27 (43%) diuji positif laktosa malabsorpsi   (Gambar 2), semua siapa melaporkan gejala intoleransi laktosa selama yang HBT. Di antaranya 27 orang, 11 memilih untuk tidak melanjutkan. Diantara 16 responden yang diaca melanjutkan. Di antara 16 peserta yang diacak, 2 sampai 4 ditugaskan untuk masing-masing dari 6 mungkin mendapatkan produk susu penelitian. Peserta berusia rata-rata 40 tahun (SD = 14 tahun), dengan rata-rata mempunyai pendidikan selama 16 tahun/ sarjana (SD = 3 tahun), dan memiliki rata-rata indeks massa tubuh 24 kg / m2 (SD = 2 kg / m2).


B.     Retensi dan Kepatuhan
Semua 16 peserta menyelesaikan semua 3 tahap susu. di sana adalah 100% kepatuhan pada hari 1 dari semua 3 fase susu. Empat peserta gagal mematuhi penuh 8-hari protokol selama 1 dari fase 3 susu: 3 peserta memilih untuk mengkonsumsi kurang dari dosis yang diberikan selama 1 dari fase karena gejala yang tak tertahankan, dan 1 peserta sengaja tidak mengkonsumsi susu di hari 6 dari fase R.
Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam kepatuhan terhadap protokol konsumsi susu di antara 3 fase susu (P = 0,3), dan 90% atau lebih dari susu keseluruhan ditugaskan asupan yang dikonsumsi oleh 88%, 94%, dan 100% dari peserta selama R, P, dan fase S,  masing-masing.

C.     Blinding.
Dari 16 peserta, 12 (80%) dengan benar menduga tugas untuk tahap susu kedelai, sedangkan 6 (40%) dengan benar diidentifikasi baik susu susu. Identifikasi sukses tugas susu meningkat dengan masing-masing berturut-turut fase susu dari 43% menjadi 69% untuk 88% selama pertama, kedua, dan ketiga fase.

D.    Hasil Pengukuran H2
H2 Hasil Berarti produksi H2 (± standard error mean [SEM]) selama yang HBT pada hari 1 ditampilkan pada Gambar 3a dan pada hari ke-8 akan ditampilkan di Gambar 3b. AUC ΔH2 dan konsentrasi ΔH2 puncak untuk kedua hari 1 dan 8 ditunjukkan pada Tabel 2. Bertentangan dengan apa yang dihipotesiskan, pada hari 1, konsentrasi ΔH2 baik AUC ΔH2 dan puncak secara signifikan lebih tinggi untuk relatif terhadap P (P = .01). Sebaliknya, pada hari 8, tidak ada perbedaan signifikan yang diamati antara R dan P (P = 0,9). Pada hari kedua 1 dan 8, konsentrasi ΔH2 AUC ΔH2 dan puncak secara signifikan lebih tinggi untuk 2 susu susu (R dan P) relatif terhadap susu kedelai (P <.001). AUC ΔH2 dan puncak Konsentrasi ΔH2 antara hari 1 dan 8 menunjukkan penurunan yang signifikan batas produksi H2 selama kursus dari fase R (P = .05, dan 0,06, masing-masing) (Tabel 2). Tidak ada perubahan yang signifikan diamati untuk tahap P (P> 0,6) atau S fase (P = 0,7).





E.     Outcome dari Symtom
Dosis susu tertinggi, 710 mL (24 oz), terjadi pada hari ke 7 dari setiap fase susu dan menghasilkan gejala yang paling parah relatif terhadap semua hari, seperti yang akan diharapkan. Semua kecuali 3 peserta dapat menyelesaikan penelitian ini dan mengkonsumsi 3 fase susu. Gejala yang muncul dilaporkan sendiri tingkat keparahan (± SEM) yang ditampilkan dalam Gambar 4. Tidak ada perbedaan yang signifikan di tingkat keparahan antara susu segar dan susu pasteurisasi pada beberapa kategori untuk salah satu dari 4 kategori (P> 0,7)



F.     Pembahasan
Penelitian ini dilakukan untuk menentukan apakah malabsorbsi atau gejala intoleransi laktosa yang dialami orang dewasa yang intoleransi laktosa. Hipotesis dalam penelitian ini adalah apakah mengkonsumsi susu segar dapat mempengaruhi mengurangi malabsorbsi akibat intoleransi laktosa dibandingkan susu pasteurisasi.  Dalam penelitian ini hipotesis ini tidak didukung. Sebaliknya hasil H2 menunjukkan derajat malabsorbsi laktosa lebih tinggi padasusu segar dibandingkan susu pasteurisasi pada hari ke 1, dan hasil  H2 menunjukan tingkat  malabsorbsi laktosa yang sama pada kedua susu pada hari ke 8. Gejala yang ditimbulkan hampir sama pada kedua susu pada hari ke tujuh. Penggunaan susu kedelai sebagai kontrol menunjukkan bahwa gejala yang muncul pada peserta adalah benar dari konsumsi kedua susu akibat dari malabsorbsi laktosa dan gejala intoleran. Secara keseluruhan penelitian ini menyatakan tidak ada bukti yang mengatakan bahwa susu segar lebih mudah diterima oleh orang dewasa yang positif intoleransi laktosa baik secara subjektif dan objektif.
Penelitian sebelumya telah menunjukkan bahwa yogurt dari susu segar yang belum dipasteurisasi mengandung mikroflora tambahan yang dapat mengurangi laktosa intoleransi lebih baik dibandingkan yogurt yang berasal dari susu yang telah dipasteurisasi (Vrese de M, et al. 2001) Dalam penelitian ini tidak membahas viskositas lebih besar dari yogurt yang memperpanjang waktu pencernaan memungkinkan  lebih banyak mikroflora yang dapat menghidrolisis latosa dalam usus kecil (Vrese de M, et al. 2001). Temuan pada saat ini susu segar sejajar dengan susu sweet acidophilus yang mengandung bakteri hidup tetapi tidak mengurangi malabsorbsi laktosa. Menariknya susu segar secara signifikan lebih besar produksi H2 dibandingkan dengan susu pasteurisasi pada hari ke 1 tetapi tidak pada hari ke 8. Hal ini belum dapat dijelaskan. Meskipun pengurangan produksi H2 terjadi pada hari ke 8 dibandingkan pada hari ke 1, menunjukkan adanya adaptasi setelah mengkonsumsi susu segar sebanding dengan  tingkat malabsorbsi laktose pada susu pasteurisasi. Temuan ini tidak mendukung hipotesis adaptasi koloni untuk susu konvensional pada penelitian Randomize Control Trial lainnya. Temuan menegaskan bahwa kesimpulan yang ditarik oleh NIH bahwa intoleransi laktosa bukan merupakan malabsorbsi laktosa.
Penelitian dari 150 sampel produk susu ditemukan insiden dari bakteri Clostridium  sporogenes yang etrtinggi adalah di susu murni yaitu 11 (22%), curd 7(4%), dan keju 2(4%). Adanya bakteri strains termasuk Clostridium  sporogenes  dapat menyebabkan keracunan makanan dan masalah kesehatan lainnya seperti alergi (Chaturvedi A et al, 2015)
Susu segar tanpa pasteurisasi tidak dianjurkan dikonsumsi oleh ibu hamil, anak dan bayi karena beresiko terinfeksi bakteri patogen dari susu yang dapat berasal dari lingkungan yang kurang sehat, tanah dan kotoran (AAP, 2014).

G.    Kelebihan Penelitian
1.      Penelitian ini merupakan penelitian RCT pertama yang menilai pengaruh susu segar terhadap gejala pada intoleransi laktosa
2.      Menggunakan dua pengukuran yaitu pengukuran secara objektif dengan pengukuran (Breath H2) dan pengukuran secara subjektif dengan laporan gejala intoleransi laktosa dari subjek penelitian.
3.      Menggunakan susu kedelai sebagai kontrol.
4.      Menggunakan desain Double Blind pada enumerator dan subjek penelitian sehingga meningkatkan ketelitian penelitian.


H.    Kekurangan Penelitian
1.      Penelitian ini menggunakan sampel yang sedikit sehingga tidak dapat mewakili kejadian pada suku atau ras yang berbeda.
2.      Delapan hari perlakuan merupakan waktu yang singkat untuk menilai perubahan adaptasi dari intoleransi laktosa. 
3.      Jurnal ini tidak memberikan kesimpulan secara eksplisit sehingga dapat menimbulkan keraguan pada pembaca jurnal.



























DAFTAR PUSTAKA

American Academy of Pediatric, 2014. Consumption of Raw or Unpasteurized Milk and Milk Products by Pregnant Women and Children. Commitee on Infectious Diseases and Commitee on Nutrition.
Chaturvedi A, Sangeeta Shukla, Ankita Gautam, Vinay Kumar, 2015. Incidence of spore forming Clostridium sporogenes in different dairy products and their industrial and public health significance. ISSN: 2277- 7695 TPI 3(11): 30-32
Jellema P, Schellevis FG, van der Windt DA, Kneepkens CM, vander Horst HE. 2010. Lactose malabsorption and intolerance: a systematic review on the diagnostic value of gastrointestinal symptoms and self-reported milk intolerance. QJM.103(8):555-572.
Keith JN, Nicholls J, Reed A, Kafer K, Miller GD. 2011. The prevalence of self-reported lactose intolerance and the consumption of dairy foods among African American adults are less than expected. J Natl Med Assoc.103(1):36-45.
Law D, Conklin J, Pimentel M. 2010. Lactose intolerance and the role of the lactose breath test. Am J Gastroenterol.105(8):1726-1728.
McBean LD, Miller GD. Allaying fears and fallacies about lactose Oliver SP, Boor KJ, Murphy SC, Murinda SE. 2009. Food safety hazards associated with consumption of raw milk. Foodborne Pathog Dis 6(7):793-806.
Suchy FJ, Brannon PM, Carpenter TO, et al.2010. National Institutes of Health Consensus Development Conference: lactose intolerance and health. Ann Intern Med. 152(12):792-796.
Savaiano DA, Boushey CJ, McCabe GP. 2006. Lactose intolerance symptoms assessed by meta-analysis: a grain of truth that leads to exaggeration. J Nutr. 136(4):1107-1113.
Shaukat A, Levitt MD, Taylor BC, et al.2010. Systematic review: effective management strategies for lactose intolerance. Ann Intern Med. 152(12):797-803.
 Quirós A, Ramos M, Muguerza B, et al.2006. Determination of the antihypertensive peptide LHLPLP in fermented milk by highperformance liquid chromatography-mass spectrometry. J Dairy Sci. 89(12):4527-4535.
Vrese M, Stegelmann A, Richter B, Fenselau S, Laue C, Schrezenmeir. 2001. Probiotics—compensation for lactase insufficiency. Am J Clin Nutr. 73(2)(Suppl):421S-429S.
Vesa TH, Korpela RA, Sahi T. 1996. Tolerance to small amounts of lactose in lactose maldigesters. Am J Clin Nutr. 64(2):197-201.

.

Saturday, 7 January 2017

DIET UNTUK REMAJA (15-18) DENGAN PREMENSTRUASI SYNDROM

TANDA, GEJALA, DAN DIET
BAGI REMAJA (15 – 18 TAHUN) DENGAN PREMENSTRUASI SYNDROM


Wanita mulai dari usia remaja hingga dewasa normalnya akan mengalami periode menstruasi atau haid dalam perjalanan hidupnya. Sebelum fase menstruasi, seringkali seorang wanita mengalami premenstrual syndrome (PMS). PMS merupakan gangguan siklus yang umum terjadi pada wanita muda dan pertengahan, ditandai dengan gejala fisik dan emosional yang konsisten, terjadi selama fase luteal pada siklus menstruasi. Gejala pada PMS dapat mengganggu aktivitas wanita sehari-hari termasuk aktifitas sosial, interpersonal, dan bahkan fungsi sosial (Saryono, 2009).


Lebih dari 200 gejala PMS dijelaskan dalam berbagai macam literatur, mulai dari gejala ringan hingga gejala berat yang mengganggu aktivitas normal. Diperkirakan bahwa 85% wanita premenopouse mengalami setidaknya satu dari gejala pramenstruasi dan 15 – 20%   masuk dalam kategori klinis mengalami PMS. Gejala PMS ini dimulai pada masa remaja dan memburuk pada saat proses penuaan. Selama usia subur, 40% wanita memiliki beberapa jenis PMS, tapi hanya 3 – 8 % yang memburuk dan dikategorikan sebagai Premenstrual Dysphoric Disorder (PMDD) (Zaka dan Mahmood, 2012).

Perilaku makan remaja usia 15 -18 tahun umumnya sering melakukan diet untuk penurunan berat badan dan konsumsi makanan tinggi junkfood. Konsumsi junkfood secara teratur menyebabkan kelebihan energi, protein, dan lemak namun rendah vitamin dan mineral. Diet yang tidak tepat pada remaja dapat menyebabkan kurangnya asupan gizi makro dan mikronutrien yang dibutuhkan tubuh. Remaja perempuan dengan riwayat pola makan tidak seimbang dan kurang aktivitas fisik beresiko mengalami kejadian PMS. Untuk itu, penatalaksanaan diet dan pola hidup yang sehat diperlukan dalam mengurangi dampak PMS (Rupa et. al, 2013).

A.    TANDA DAN GEJALA PREMENSTRUAL SYNDROM
Tanda dan gejala PMS bervariasi mulai dari beberapa hari hingga mencapai 2 minggu. Gejala biasanya memburuk 1 minggu sebelum dan mencapai puncaknya 2 hari sebelum menstruasi mulai. Menurut (Ryu dan Kim, 2015), secara umum tanda dan gejala PMS dikategorikan menjadi 3 yaitu gejala fisik, psikologis atau emosional, dan perilaku, sebagai berikut:
1.       Gejala fisik, seperti kelelahan, payudara penuh, sakit kepala, peningkatan berat badan, nyeri bagian tubuh, pembekaan pada extremitas, kram perut, perut kembung, timbulnya jerawat, sembelit, mudah haus dan lapar.
2.      Gejala emosional, seperti mudah marah, gugup, perubahan suasana hati (mood swing), perasaan mudah sedih, depresi, dan konflik interpersonal.
3.      Gejala perilaku, seperti hypersomnia/ insomnia, peningkatan atau penurunan nafsu makan, lesu dan ditandai kekurangan energi.
Menurut Guy Abraham (1986) dalam MRI (2003), gejala premenstruasi dapat dibagi berdasarkan klasifikasinya :
1.      Tipe – A, merupakan subtipe paling umum yang ditandai oleh kecemasan yang berlebihan, ketegangan saraf, sensitif. Peningkatan kadar estrogen darah dan penurunan progesteron menyebabkan hal tersebut.
2.      Tipe – H, subtipe paling umum kedua yang ditandai dengan retensi cairan dan garam, perut kembung, nyeri payudara, dan peningkatan berat badan. Peningkatan kadar aldosteron yang berfungsi mengatur kadar elektrolit.
3.      Tipe – C, ditandai dengan peningkatan nafsu makan, keinginan untuk makan makanan manis seperti gula halus dan olahan karbohidrat seperti roti, kue, keripik, dan makanan ringan. Diikuti oleh gejala kelelahan, jantung berdebar, sakit kepala, dan perasaan gelisah yang berlebihan. Pada tipe ini ditemukan perubahan kadar gula darah yang berlebihan.
4.      Tipe – D, subtipe paling berbahaya karena menimbulkan gejala bunuh diri. Gejala yang ditimbulkan adalah depresi, penarikan diri dari lingkungan, insomnia, pelupa,dan kebingungan. Hal ini disebabkan karena tingginya kadar hormon progesteron dan rendahnya hormon esterogen pada fase pertengahan luteal.
Deteksi dini untuk mengetahui resiko tinggi wanita menderita PMS dapat dilihat dari kadar hs-CRP protein, Indeks Masa Tubuh (IMT), dan ukuran lingkar pinggang. Basir et. al (2012) melakukan penelitian terhadap 30 responden wanita usia reproduksi (14 – 30 tahun) yang memiliki siklus menstruasi teratur.terdiri dari 15 orang yang memiliki IMT normal, dan 15 orang yang memiliki IMT obesitas. Hasil penelitian menunjukkan wanita dengan kadar hs-CRP tinggi 5 kali beresiko untuk terjadi PMS. Selain itu, peningkatan indeks massa tubuh dan ukuran lingkar pinggang wanita masing-masing meningkatkan 21 kali dan 5 kali beresiko terjadinya PMS.

B.     PENATALAKSANAAN DIET PREMENSTRUAL SYNDROM
Menurut Bussel (2013) terapi untuk penderita PMS pada remaja pertengahan usia 15 – 18 Tahun menggunakan gabungan terapi yaitu dengan pengaturan makanan / diet, suplemen,dan obat-obatan. Gejala PMS ringan sampai sedang, perubahan gaya hidup dan pola makan yang sehat dapat membantu mengurangi dan meringankan gejala. Namun, gejala PMS berat membutuhkan pengobatan lebih lanjut menggunakan obat-obatan serta ditunjang dengan pola makan yang sehat. Terdapat 4 cara untuk terapi pada penderita PMS, yaitu :


untuk lebih lanjut silah kan DOWNLOAD disini

Thursday, 5 January 2017

Metabolisme Protein

MAKALAH
PATOBIOLOGI GIZI
(METABOLISME PROTEIN)

Tugas ini disusun untuk melengkapi tugas Mata Kuliah Patobiologi Gizi










PROGRAM PASCASARJANA ILMU GIZI
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2017




BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang
Protein adalah makromolekul yang paling banyak ditemukan di dalam sel makhluk hidup dan merupakan 50 persen atau lebih dari berat kering sel. Protein memiliki jumlah yang sangat bervariasi yang mulai dari struktur maupun fungsinya. Peranan protein diantaranya sebagai katalisator, pendukung, cadangan, sistem imun, alat gerak, sistem transpor, dan respon kimiawi.Protein-protein tersebut merupakan hasil ekspresi dari informasi genetik masing-masing suatu organisme tak terkecuali pada bakteri (Campbell et al., 2009; Lehningeret al., 2004).
Apabila tubuh mengalami gangguan metabolisme protein maka tubuh akan mengalami gangguan baik kelebihan seperti terjadi gangguan panyakit hati dan ginjal sedangkan apabila kekurangan dapat terjadi penyakit kwashiorkor, marasmus maupun marasmus-kwashiorkor (Linder, 2010). Penelitian dari Hidayanti (2013) yang dilakukan pada 64 orang dosen dan kayawan Universitas Siliwangi bahwa ada hubungan antara aupan protein dengan kadar asam urat (p< 0,005) serta penelitian dari Talarima (2010) yang dilakukan di Kota Masohi KabupatenMaluku Tengah pada subjek sebanyak 54 orang dimana terdapat hubungan antara riwayat gout dalam keluarga dengan kejadian gout arthritis (p<0 o:p="">
Penyakit artritis gout adalah salah satu penyakit  inflamasi sendi yang paling sering ditemukan, ditandai  dengan penumpukan kristal monosodium urat di dalam  ataupun di sekitar persendian. Monosodium urat ini  berasal darimetabolisme purin. Hal penting yang  mempengaruhi penumpukan  kristal adalah hiperurisemia  dan saturasi jaringan tubuh terhadap urat. Apabila kadar  asam urat di dalam darah terus meningkat dan melebihi  batas ambang saturasi jaringan tubuh, penyakit artritis  gout ini akan memiliki manifestasi berupa penumpukan kristal  monosodium urat secara mikroskopis maupun  makroskopis berupa tophi (Mandel, 2008).



B.     Tujuan
1.    Mengetahui definisi protein
2.    Mengetahui metabolisme protein
          3.  Mengetahui gangguan yang ditimbulkan karena kekurangan dan kelebihan protein



BAB II
PEMBAHASAN
A.   Protein
1.    Pengertian Protein
Protein adalah molekul makro yang terdiri atas rantai-rantai panjang asam amino yang terikat satu sama lain dalam ikatan peptida yang tersusun atas unsur- unsur C, H, O dan N. Protein memiliki gugus amina (NH2) dan gugus karboksil (COOH).Komposisi rata-rata unsur kimia yang terdapat dalam protein adalah karbon 55%, hidrogen 7%, oksigen 23%, nitrogen 16%, sulfur 1% dan kurang dari 1% fosfor (Gropper, 2009).
Asam amino terdiri dari asam amino esensial, non esensial dan semi esensial. Asam amino esensial adalah asam amino yang sangat diperlukan oleh tubuh dan harus didapatkan dari makanan, misalnya leusin,isoleusin dan valin.Kemudian asam amino non esensial adalah asam amino yang dapat disintesis melalui aminase reduktif asam keton atau melalui transaminase, misalnya tirosin dan asam amino semi esensial adalah asam amino yang dapat disintesis dari asam amino lain atau metabolit mengandung nitrogen kompleks lainnya, misalnya arginin dan histidin.

2.    Struktur Protein
a.      Struktur Primer
Struktur primer dari protein adalah urutan dan ikatan kovalen yang kuat pada asam amino sebagai rantai polipeptida yang disintesis di ribosom.
b.      Struktur Sekunder
Struktur sekunder protein adalah ikatan lemah pada asam amino, seperti ikatan hidrogen.Hidrogen (H) adalah ikatan lemah yang terjadi antara atom hidrogen dan bermuatan negatif.Salah satu jenis struktur sekunder protein adalah α-helix, bentuk silinder dan dikelilingi rantai polipeptida.
c.      Struktur tersier
Struktur tersier merujuk pada konfirmasi tiga dimensi keseluruhan suatu polipeptida. Struktur ini hasil interaksi di antara residu asam amino atau rantai samping yang terletak cukup dari satu sama lain sepanjang rantai peptida.
d.      Struktur kuartener
Struktur kuartener menunjukkan protein dengan dua polipeptida atau lebih (protein oligomerik) berkaitan dengan hubungan spasial antara berbagai tipe polipeptida.

3.      Fungsi Protein
a.    Sebagai Katalisator
Enzim adalah molekul protein yang bertindak sebagai katalis mengubah laju reaksi yang terjadi dalam tubuh.Enzim ditemukan baik intraseluler dan ekstraseluler, seperti dalam darah.Contoh Isomerase mentransfer atom dalam sebuah molekul.Enzim memerlukan kofaktor atau koenzim untuk melaksanakan reaksi seperti zinc,besi, dan tembaga berfungsi sebagai kofaktor untuk beberapa enzim.
b.    Sebagai Pengantar
Beberapa protein adalah hormon yang bertindak sebagai pengantar kimia yang disintesis dan disekresikan oleh kelenjar endokrin dalam jaringan dan diangkut dalam darah ke seluruh jaringan atau organ. Hormon umumnya mengatur proses metabolisme, misalnya pada sintesis enzim atau mempengaruhi aktivitas enzim.Sedangkan beberapa hormon yang berasal dari kolesterol dan diklasifikasikan sebagai hormon steroid, yang lain berasal dari satu atau lebih asam amino.Misalnya  tirosin digunakan bersama iodium untuk mensintesis hormon tiroid. Tirosin juga digunakan untuk mensintesis katekolamin, dopamin, norepinefrin dan epinefrin..
c.    Sebagai Pembentuk Elemen Tubuh
Protein memiliki peran struktural dalam tubuh.Beberapa protein ini meliputi protein kontraktil, protein berserat dan protein globular.Dua protein kontraktil yaitu aktin dan myosin, yangditemukan di otot jantung, tulang, dan otothalus.
d.    Sebagai Pembentuk Antibodi
Antibodi yang berada di tubuh sebagian terbentuk dari kelompok protein yang disebut immunoprotein seperti imunoglobulin (Ig) yang
tersusundari empat rantai polipeptida.
e.    Sebagai Pengangkut Zat Gizi
Protein yang berkombinasi dengan zat lain (terutama vitamin danmineral) sebagai pengangkut untuk membawa zat-zat dalam darah, baik ke dalam sel, atau keluar dari sel. Misalnya albumin, yang mengangkut berbagai nutrisi seperti kalsium, zinc, dan vitamin B6.
f.     Sebagai Buffer (Penyangga Tubuh)
Protein berfungsi sebagai penyangga dalam tubuh dan membantu untuk mengatur keseimbangan asam basa.Misalnya pada cairan ekstraseluler, protein dan bikarbonat sistem berfungsi sebagai buffer.
g.    Sebagai Pengatur Keseimbangan Cairan
Selain mengatur keseimbangan asam-basa, protein mempengaruhi keseimbangan cairan.Keberadaan proteindalam darah dan sel membantu menjaga keseimbangan cairan, membantu menarik air dan membantu pada tekanan osmotik.Kehilangan atau berkurang konsentrasi protein, seperti albumin dalam plasma darah dapat menurunkan tekanan osmotik plasma.Ketika konsentrasi protein dalam darah kurang dari normal, cairan mengalami "Kebocoran" dari darah dan masuk ke ruang interstitial, menyebabkanpembengkakan atau edema.

4.      Klasifikasi Asam Amino
a.      Klasifikasi asam amino berdasarkan gugus asam dan basa
1)     Asam amino netral adalah asam amino yang mengandung satu gugus asam dan satu gugus amino. Contoh :glisin, alanin dan valin.
2)     Asam amino asam (rantai cabang asam) adalah asam amino yang memiliki kelebihan gugus asam dibandingkan dengan gugus basa. Contoh : asam aspartat dan asam glutamat.
3)     Asam amino basa (rantai cabang basa) adalah asam amino yang memiliki kelebihan gugus basa dibangingkan dengan gugus asam. Contoh : lisin, arginin dan histidin (Almatsier, 2009).
b.      Klasifikasi asam amino berdasarkan kepentingan gizi
1)      Asam amino esensial adalah asam amino yang sangat diperlukan oleh tubuh dan harus didapatkan dari makanan. Misalnya leusin,isoleusin dan valin.
2)      Asam amino tidak esensial adalah asam amino yang dapat disintesis melalui aminase reduktif asam keton atau melalui transaminase, misalnya tirosin.
3)      Asam amino semi esensial adalah asam amino yang dapat disintesis dari asam amino lain atau metabolit mengandung nitrogen kompleks lainnya, misalnya arginin dan histidin.
c.      Klasifikasi berdasarkan jalur metabolisme
1)      Asam amino glikogenik adalah asam amino yang dioksidasi lewat jalur karbohidrat, misal alanin.
2)      Asam amino ketogenik adalah asam amino yang dioksidasi lewat jalur lemak, misal leusin.
3)      Asam amino glikoketogenik adalah asam amino yang dioksidasi lewat jalur karbohidrat dan lemak, misal triptofan, isoleusin, lisin, fenilalanin, tirosin.

5.    Pencernaan dan Absorpsi Protein
Pencernaan makanan didalam tubuh diawali dengan masuknya makanan ke dalam mulut.Protein didalam mulut hanya mengalami pencernaan secara mekanik menggunakan gigi dengan air ludah, sedangkan secara enzimatik belum terjadi, sehingga protein masuk ke dalam esofagus.Hasil dari pencernaan mekanik (bolus) kemudian melalui pipa esophagus menuju ke lambung.
Protein dapat dicerna di dalam lambung dengan bantuan asam klorida (HCl).Fungsi utama dari asam klorida adalah untuk melarutkan partikel dalam makanan.Asam klorida lambung mengalami denaturasi (perombakan struktrur protein), sehingga enzim percenaan dapat memecah ikatan peptida.Asam klorida mengubah enzim pepsinogen tidak aktif yang dikeluarkan oleh mukosa lambung menjadi bentuk aktif pepsin. Fungsi pepsin sebagai endopeptidase pada pH <3 akhir="" atas="" atau="" ataubagian="" dalam="" dari="" di="" dillanjutkan="" duodenum="" ikatan="" kecil="" kemudian="" kimus="" lambung="" melaluisfingter="" menghidrolisis="" menuju="" o:p="" pada="" pencernaan="" peptida="" pilorus="" polipeptida.="" produk="" proksimal="" protein="" untuk="" usus="" yang="">
Pencernan protein dilanjutkan di dalam usus halus oleh campuran enzim protease.Proteaseberasal dari pankreas, yang kemudian disalurkan ke usushalus melalui membran mukosa.Protease mengandung beberapa prekursoryang antara lain prokarboksipeptidase, kimotripsinogen, tripsinogen, proelastase, dan collagenase.Sentuhan kimus terhadap membran mukosa usus halus merangsang dikeluarnya enzim enterokinase yang mengubah tripsinogen tidak aktif yang berasal dari pankreas menjadi tripsin aktif.Enzim ini dapat mengaktifkan ezim-enzim proteolitik sepertiprokarboksipeptidase dan protease diubah menjadi karboksipeptidase dan elastase aktif, tripsinogen diubah menjadi tripsin, serta kimotripsinogen menjadi kimotripsin.Masing-masing enzim tersebut akan menghidrolisis polipeptida menjadi jenis asam amino yang berbeda-beda seperti karboksipeptidasemenguraikan asam amino dari ujung karboksil polipeptida,kimotripsinmenguraikan ikatan peptida menjadi asam amino methionin, tryptophan, tyrosin, asparagin, phenylalanin, dan histidin.
Protein yang diurai menjadi asam aminoselanjutnya masuk ke jonjot usus yang terdapat pada dinding usus halus (ileum). Asam amino tersebutdiserap  dandikirimkan melalui aliran darah  melalui vena porta ke seluruh sel-sel di tubuh.Penyerapan atau absorpsi protein berlangsung secara difusi pasif maupun mekanisme transpor aktif yang menggunakan natrium.Asam amino yang berasal dari makanan dibawa oleh sirkulasi darah ke dalam amino acid pool(gudangpenimbunan asam amino) yaitu darah dan cairan jaringan (interseluler) yang digunakan untukbiosintesis protein tubuh di dalam ribosom, menggantijaringan yang rusak dansebagai sumber energi.

B.     Metabolisme Protein
Asam amino yang dibuat dalam hati, maupun yang dihasilkan dari proses katabolisme protein dalam hati, dibawa oleh darah kedalam jaringan untuk digunakan.proses anabolik dan katabolik.
Asam amino yang terdapat dalam darah berasal dari tiga sumber, yaitu absorbsi melalui dinding usus, hasil penguraian protein dalam sel dan hasil sintesis asam amino dalam sel. Banyaknya asam amino dalam darah tergantung keseimbangan antara pembentukan asam amino dan penggunaannya.Hati berfungsi sebagai pengatur konsentrasi asam amino dalam darah.
Protein dalam makanan diperlukan untuk menyediakan asam amino yang akan digunakan untuk memproduksi senyawa nitrogen yang lain, untuk mengganti protein dalam jaringan yang mengalami proses penguraian dan untuk mengganti nitrogen yang telah dikeluarkan dari tubuh dalam bentuk urea. Reaksi-reaksi yang terjadi dalam metabolisme protein, sebagai berikut:
a.      Transaminasi
Hati adalah tempat utama berlangsungnya penyerapan asam amino dan proses metabolisme protein (termasuk katabolisme, anabolisme dan sintesis protein). Katabolime asam amino dipecah didalam sel hati, termasuk proses transaminasi, deaminasi asam amino yang selanjutnya masuk ke dalam siklus urea). Langkah pertama dalam metabolisme  protein adalah transaminasi. Transaminasi ialah proses katabolisme asam amino yang melibatkan pemindahan gugus amino dari satu asam amino kepada asam amino lain. Dalam reaksi transaminasi gugus amino dipindahkan kepada salah satu dari tiga senyawa keto, yaitu asam piruvat, α-ketoglutarat atau oksaloasetat.Transaminasi bersifat reversiblesehingga senyawa keto dapat diubah menjadi asam amino dan sebalinya asam amino dapat diubah menjadi asam keto, misalnya alanin + α –ketoglutarat berubah menjadi piruvat + glutamat.Reaksi transaminasi terjadi didalam mitokondria maupun dalam cairan sitoplasma.

Gambar 1. Proses Transaminasi
Proses transaminasi didahului oleh perubahan asam amino menjadi bentuk asamketo.Reaksi katabolisme asam amino dibantu oleh enzim yang disebut aminotransferase.Enzim ini membutuhkan vitamin B6 dalam bentuk koenzim piridoksal fosfat (PLP).Ada tiga enzim yang penting dalam reaksi transaminasi yaitu alanin transaminase (ALT), aspartat transaminase (AST) dan glutamat transaminase (GPT) yang bekerja sebagai katalisator.Asam amino yang aktif dalam enzim aminotranferase adalah alanin, glutamatdan aspartat.Secara keseluruhan hasil reaksi transaminasi dapat diubah menjadi asam glutamat.
Aminotransferase ditemukanpada beberapa jaringan seperti AST ditemukan lebih banyak dalam jantung daripada di hati, otot, dan jaringan lain. Sebaliknya, ALT ditemukan lebih banyak dalam hati daripada di jantung dan ginjal.Pada beberapa kelainan di organ, serum konsentrasi enzim meningkat dan berfungsi sebagai indikatror tingkat keparahan suatu organ. Kerusakan hati dapat ditemukan pada AST dan ALT yang meningkatserta enzim lainyang ditemukan di dalam hati sepertialkalin phosphatase dan laktat dehidrogenase. Pada kerusakan jantung biasanya ditunjukkan oleh konsentrasi darah tinggi dari AST dan kreatin phosphokinase.
b.    Deaminasi Oksidatif
Hasil dari reaksi transaminasi asam amino adalah asam glutamat.Dalam beberapa sel, asam glutamat mengalami deaminasi oksidatif.Deaminasi oksidatif adalah proses pemecahan (hidrolisis) asam amino menjadiasam keto dan ammonia (NH4+). Misalnya Asam glutamat+ NAD+  berubah menjadiα ketoglutarat + NH4+ + NADH + H+. Dalam proses tersebut asam glutamat melepaskan gugus amino dalam bentuk NH4+ dengam bantuan glutamat dehidrogenase. Selain itu, NAD+ glutamat dehidrogenase dapat menggunakan NADP+ sebagai aseptor elektron.Glutamat dehidrogenase merupakan enzim yang penting dalam metabolisme asam amino oksidase dan D-asam oksidase.
Proses deaminasi asam amino dapat terjadi secara oksidatif dan non oksidatif. Contoh deaminasi secara oksidatif adalah asam glutamat, reaksi degradasi asam glutamate dikatalis oleh enzim L-glutamat dehidrogenase yang dibantu oleh NAD dan NADP.Sedangkan deaminasi non oksidatif adalah penghilangan gugus amino dari asam amino serin yang dikatalis oleh enzim serinhidretase.

Gambar 2. Proses Deaminasi Oksidatif

         Deaminasi menghasilkan 2 senyawa penting yaitu senyawa nitrogen dannonnitrogen.Senyawa nonnitrogen yang mengandung gugus C, H, dan O selanjutnya diubahmenjadi asetil Co-A. Asetil Co-Adigunakan untuk sumber energi melalui jalur siklus Kreb’s ataudisimpan dalam bentuk glikogen. Ada dua jalur metabolik dalam pembentukan asetil Co-A, yaitu melalui asam piruvat dan melalui asam asetoasetat yang selanjutnya menuju siklus krebs. Sedangkan senyawa nitrogen dikeluarkan lewat urin setelah diubah lebih dahulu menjadiureum.
c.    Siklus Urea
`  Amonia merupakan hasil deaminasi oksidatif yang bersifat toksik.Amonia adalah hasil hidrolisis glutaminmenjadi asam glutamat oleh glutamin sintetase yang dibentuk didalam hati.Glutamin (urea) diangkut dalam aliran darah ke hati dan ginjalsedangkan amonia diekskresikan dalam urin untuk menetralkan ekskresi asam berlebih.
Amonia adalah substrat dalam sintesis urea,produk utama ekskresi nitrogen yang berlangsung didalam hati.Urea adalah suatu senyawa yang mudah larut dalam air, bersifat netral, terdapat dalam urin yang dikeluarkan dari dalam tubuh.
                    

Gambar 3. Pembentukan Urea

Tahapan reaksi pengubahan amonia menjadi urea terdiri atas lima tahapan reaksi (siklus urea), dua tahapan terjadi di mitokondria dan tiga tahapan terjadi di sitoplasma. Tahapan-tahapan dalam siklus urea adalah 
1)   Ammonia (NH3) + HCO3- + 2 ATP berubah menjadi karbamoyl fosfat + H3PO4 + 2 ADP yang dikatalis karbamoyl fosfat sintetase I (CPSI) yang berlangsung di mitokondria. Pada tahap ini dibutuhkan Mg2+ dan N-acetyl-glutamat.
2)    Karbamoyl fosfat bereaksi dengan ornitin membentuk sitrulin di mitokondria dengan bantuan enzim ornitin transkarbamoylase (OTC). Pada reaksi ini bagian karbomoyl bergabung dengan ornitin dan memisahkan gugus fosfat.
3)    Aspartat + sitrulin + ATP membentuk asam argininosuksinat + AMP + PPi  yang berlangsung di sitoplasma. Reaksi  inidikatalisasioleh enzim argininosuksinat sintetase dan  ATP melepaskan gugus fosfat.
4)  Argininosuksinat diurai menjadi fumarat dan arginin oleh enzim argininosuksinase disitoplasma. Argininosuksinase ditemukan dalam berbagai jaringan tubuh, terutama hati dan ginjal. Konsentrasi arginin tinggi dapat meningkatkan sintesis N-acetylglutamate (NAG) yang diperlukan untuksintesis karbamoil fosfat dalam mitokondria.
5)  Arginin diurai menjadi urea dan ornitin dengan bantuan enzim arginase yang terdapat dalam hati. ornitin yang terbentuk dalam reaksi hidrolisi bereaksi kembali dengan karbomoyifosfat untuk membentuk sitrulin tahap kedua. Urea yang terbentuk dikeluarkan dalam tubuh melalui urin.
d.    Perubahan Asam-asam Amino menjadi Piruvat
1)  Glisin
Glisin dapat mengalami reaksi deaminasi oksidatif oleh glisin oksidase, yaitu enzim yang terdapat dalam jaringan hati dan ginjal.Asam glikosilay yang terbentuk dapat diuraikan menjadi formaldehida dan karbondioksida.
Glisin dapat dibentuk menjadi serin dalam jumlah yang cukup. Serin dibentuk dari asam 3-fosfogliserat yang merupakan salah satu hasil antara dalam proses glikolisis.
2)    Alanin
Alanin adalah asam amino nonesensial yang dibuat dalam tubuh melalui reaksi transaminasi piruvat dengan asam glutamay atau asam amino lain.
3)    Valin
Valin dapat diubah menjasdi suksinil KoA yang kemudian masuk ke dalam siklus krebs. Dalam metabolisme, valin mula-mula diubah menjadi asam ketoisovalerat dengan cara tranaminasi. Selanjutnya asam ketoisovalerat diubah menjadi isobutiril KoA dan suksinil KoA.
4)     Leusin
Leusin dapat diubah menjadi asam keto melalui reaksi transaminasi.Kemudian asam keto melalui beberapa tahap reaksi diubah menjadi asetil KoA.Salah satu senyawa yang terbentuk dalam tahap reaksi adalah β hidoksi β metal glutamil KoA (HMG CoA).
5)     Isoleusin
Isoleusin mengalami reaksi transaminasi membentuk asam keto, yaitu asam keto β metal valerat.Asam tersebut diubah menjadi asetil KoA dan Pripionil KoA. Asetil KoA dapat langsung masuk ke dalam silklus krebs, sedangkan propionil KoA diubah menjadi suksinil KoA kemudian masuk ke dalam siklus krebs.
6)    Serin
Metabolisme serin berlangsung melalui reaksi deaminasi dan menghasilkan asam piruvat.Metabolisme serin menggunakan treonin aldolase sebagai katalisator. Biosintesi serin dimulai dari asam fosfogliserat yang terbentuk pada proses glikolisis sehingga terbentuk serin.
7)    Treonin
Treonin mengalami metabolisme yang serupa dengan serin.Asam ketobutirat kemudian diubah menjadi propionil KoA yang selanjutnya diubah menjadi suksinil KoA.Treonin dapat diubah menjadi glisin dan asetadehida dengan cara pemecahan molekul. Reaksi pemecahan molekul treonin berlangsung oleh enzim aldolase treonin dan peridoksalfosfat sebagai koenzim.Biosintesis treonin berasal dari asam aspartat.
8)      Tirosin
Tirosin dapat diubah menjadi asam p-hidrosilfenilpiruvat dengan cara transaminasi. Raksi tersebut berlangsung dengan bantuan enzim tirosin ketoglutarat transaminase dan piridoksalfosfat sebagai koenzim.Selanjutnya asam p-hidroksifenilpiruvat diubah menjadi asam fumarat dan asetoasetat.Asam asetat diubah menjadi asetil KoA dan asam asetat.
9)    Fenilalanin
Fenilalanin dapat diubah menjadi tirosin yang dapat diubah menjadi asam formiat dan asam asetoasetat.Reaksi pembentukan tirosin dan alanin adalah reaksi yang irreversible.
10)  Triptofan
Triptofan adalah suatu asam amino esensial yang memiliki cincin indol.Metabolisme triptofan berlangsung melalui jalur kinurenin-antranilat, yaitu suatu metabolisme melalui beberapa reaksi yang menghasilkan α-ketoadipat yang kemudian membentuk asetoasetil KoA.
11)   Sistin dan sistein
Sistin dan sistein adalah senyawa yang dapat diubah dari saty kepada yang lain dan. Sistein dapat diubah menjadi asam piruvat melalui tiga cara, yaitu melaui reaksi pengubahan sistein dengan enzem sistein desulfhidrase, pembentukan asam sisteinsulfinat yang diubah menjasi asam β sulfinilpiruvat sehingga membentuk asam piruvat dan melalui reaksi transaminasi membentuk asal tiolpiruvat, kemudian diubah menjadi asam piruvat.
Sitein dan sistin terbuat dari metionin yang sebelumnya diubah menjadi homosistein kemudian bereaksi dengan serin membentuk homoserin dan sistein.
12)   Metionin
Metionin dapat diubah menjadi sistein.Homoserin yang terbentuk dari reaksi pengubahan metionin menjadi sistein dapat diubah menjasi asam α ketobutirat.
13)   Asparagin dan Asam Aspartat
Asparagin diubah menjadi asam aspartat dengan bantuan enzim asparaginase, kemudian asam aspartat diubah menjadi oksaloasetat oleh enzim transaminase.Sebaliknya asam aspartat dapat dibentuk dari asam oksaloasetat dengan reaksi transaminasi.
14)  Glutamin dan Asam Glutamat
Dalam reaksi transaminasi asam glutamate diubah menjadi asam α-ketoglutarat dengan bantuan ensim glutamat transaminase, asam α-ketoglutarat dapat diubah menjadi asam glutamate dengan reaksi deaminasi oksidatif.Reaksi ini menggunakan glutamate dehidrogenase sebagai katalis dengan bantuan koenzim NAD+ atau NADP+.
Glutamin dapat diubah menjadi asam glutamate oleh enzim glutaminase dalam reaksi deaminasi oksidatif yang bersifat reversible.
15)    Lisin
Lisin merupakan asam amino monokarboksilat.Lisin dapat diubah menjadi asam glutarat dan lisin terbentuk dari asam aspartat.
16)   Histidin
Histidin dapat diubah menjadi histamin dengan cara dekarboksilasi. Histamine adalah suatu senyaea yang dapat memperkecil tekanan darah dan meningkatkan pengeluaran cairan lambung.


C.   Gangguan pada Metabolisme Protein
Ada beberapa macam penyakit akibat gangguan metabolisme protein, baik dari kelebihan dan kekurangan protein. Penyakit akibat kelebihan protein yaitu gangguan ginjal (Gagal ginjal), ganguan hati, gout/pirai dan lain lain. Akibat kekurangan protein  adalahkwashiorkor,marasmus-kwashiorkor, dan lainnya.
1.      Kekurangan Energi Protein (KEP) Kwashiorkor
Kekurangan energi protein adalah keadaan kurang gizi yangdisebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanansehari-hari atau disebabkan gangguan penyakit tertentu sehingga tidak memenuhi angka kecukupan gizi (Linder, 2010).
Kwashiorkor merupakan keadaan kekurangan nutrisi terutama kekurangan protein.Kekurangan energi protein dalam makanan yang dikonsumsi akanmenimbulkan kekurangan berbagai asam amino essensial yang dibutuhkanuntuk sintesis, oleh karena dalam diet terdapat cukup karbohidrat, makaproduksi insulin akan meningkat dan sebagai asam amino di dalam serumyang jumlahnya sudah kurang tersebut akan disalurkan ke otot.Otot dapat mempergunakan asam lemak dan benda keton sebagai sumber energi jika kekurangan makanan secara terus-menerus.
Makanan yang tidak adekuat, akan menyebabkan mobilisasi berbagai cadangan makananuntuk menghasilkan energiyang dimulai dengan pembakaran cadangankarbohidrat kemudian cadangan lemak serta protein dengan melalui proses katabolik. Jika terjadi stress katabolik (infeksi) maka kebutuhan akan protein akan meningkat,sehingga cadangan protein berkurang yang menyebabkan defisiensi protein.
Berkurangnya cadangan protein menyebabkan berkurangnya  asam amino dalam serum sehingga pembentukan alkomin oleh hati, terganggu. Hal tersebut menyebabkan timbulnya edema perlemahan hati karena gangguan pembentukan lipoproteinbeta sehingga transport lemak dari hati ke cadangan lemak juga terganggudan akibatnya terjadi akumuasi lemak dalam hati.
Penatalaksanaan kwashiorkor bervariasi tergantung pada berat nya kondisi.Pada tahap awal energi diberikan dalam bentuk karbohidrat, gula sederhana, dan lemak.Penanggulangan kekurangan energi protein (KEP) dapat dilakukan dengan meningkatkan asupan protein diatas kebutuhan, untuk anak 1,5 – 2 gr /kg BB. Di upayakan dari sumber protein hewani yang mempunyai nilai biologis tinggi.
Secara umun dikenal dua jenis protein yaitu protein yang berasal dari hewan dan protein nabati yang berasal dari tumbuhan. Protein hewani dapat diperoleh dari berbagai jenis makanan seperti ikan, daging, telur dan susu. Protein nabati terutama berasal dari kacang-kacangan serta bahan makanan yang terbuat dari kacang.
2.      Gout (Asam Urat)
Asam urat merupakan hasil akhir metabolisme purin dalam tubuh.Dalam keadaan normal terjadi keseimbangan antara pembentukan dan degradasi nukleotida purin serta kemampuan ginjal dalam mengekskresikan asam urat. Apabila terjadi kelebihan pembentukan atau penurunan) atau keduanya maka akan terjadi peningkatan konsentrasi asam urat darah yang disebut dengan hiperurisemia (Hidayat,2009).
Asam urat merupakan hasil akhir metabolisme purin (nucleoprotein).Purin berasal dari makanan dan hasil sintesis dari CO2, glutamine, glisin, asam folat. Asam urat merupakan sampah hasil metabolisme normal dari pencernaan makanan yang mengandung purin atau dari penguraian purin (sel tubuh yang rusak ).
Patogenesis gout dimulai ketika terjadi kristalisasi urat pada persendian, bursa, atau tendon.Selanjutnya mengakibatkan terjadinya peradangan yang dengan cepat mengakibatkan munculnya rasa sakit, bengkak, dan panas.Pada jaringan, pembentukan kristal monosodium urat dipengaruhi oleh beberapa faktor, terutama ditentukan oleh konsentrasi urat di tempat pembentukan kristal Kelarutan urat pada cairan sendi tergantung pada keadaan hidrasi persendian, temperatur, pH, konsentrasi kation, dan adanya protein matriks ekstraselular seperti proteoglikan, kolagen, dan kondroitin sulfat. Temperatur yang lebih rendah pada persendian perifer (tangan dan kaki) menurunkan kelarutan sodium urat. Hal tersebut dapat menjelaskan kenapa kristal monosodium urat mudah diendapkan pada kedua tempat tersebut.
Predileksi pengendapan kristal monosodium urat adalah pada metatarsofalangeal-1 berhubungan dengan trauma ringan yang berulang-ulang pada daerah tersebut. Penurunan jumlah cairan pada persendian, misalnya dehidrasi yang terjadi pada malam hari, mengakibatkan serangan gout akut
Penanganan diet yang diberikan untuk penderita gout adalah sebagai berikut:
1.    Pembatasan purin
Diet yang normal biasanya mengandung 600-1000 mg purin per hari.Oleh karena itu, diet bagi penderita hiperurisemia harus dikurangi kandungan
purinnya hingga kira-kira hanya mengkonsumsi sekitar 100-150 mg purin perhari.
            2.  Kalori sesuai dengan kebutuhan
Jumlah kalori sesuai kebutuhan dan dijaga agar jangan sampai mengakibatkan kurang gizi atau berat badan dibawah normal. Kekurangan
kalori akan meningkatkan asam urat serum dengan adanya keton bodies yangdapat mengurangi pengeluaran asam urat melalui urin. Pada penderitahiperurisemia yang gemuk, konsumsi kalori perlu dikurangi 10-15% dari totalkonsumsi yang normal setiap harinya.
3.    Tinggi karbohidrat
Karbohidrat diberikan sesuai dengan kebutuhan kalori. Karbohidrat
kompleks, seperti nasi, singkong, roti, ubi, sangat baik dikonsumsi oleh
penderita hiperurisemia karena dapat meningkatkan pengeluaran asam uratmelalui urin. Konsumsi karbohidrat kompleks disarankan tidak kurang dari100 gr/hari. Sebaliknya penderita hiperurisemia harus mengurangi konsumsikarbohidrat sederhana jenis fruktosa, seperti gula, permen karenamengkonsumsi fruktosa jenis ini dapat meningkatkan kadar asam urat dalamserum.
4.    Rendah protein
Penderita hiperurisemia diberikan diet rendah protein, karena proteindapat meningkatkan produksi asam urat, terutama protein yang berasal daribahan makanan hewani.Menurut Krause, penderita hiperurisemia dapat diberikan protein sebesar 50-70 gr/hari atau 0,8-1,0 gr/BB /hari.


            5.  Rendah lemak
Lemak dapat menghambat pengeluaran asam urat melalui urin. Olehsebab itu, penderita hiperurisemia sebaiknya diberikan diet rendah lemak.
Penderita harus membatasi makanan yang digoreng atau bersantan serta
menghindari penggunaan margarine.
            6.  Tinggi cairan
Konsumsi cairan yang tinggi, terutama dari minuman, dapat membantu
pengeluaran asam urat melalui urin. Usahakan dapat minum air putih 2-2,5liter per hari.
            7.  Tanpa alkohol
Bahwa kadar asam urat serum bagi orang yang mengonsumsi alkohol
lebih tinggi dibanding orang yang tidak mengkonsumsi alcohol karena alcoholdapat meningkatkan asam laktat plasma, dan asam laktat yang dihasilkan iniakan menghambat pengeluaran asam urat (krisnatuti, 2008)

PENGELOMPOKAN  BAHAN MAKANAN MENURUT KADAR PURIN PER 100 gr BAHAN
100-1000 mg
9 – 100 mg
Kurang dari 9 mg
Otak, hati, jantung, ginjal, jerohan, ekstrak daging,/kaldu, bebek, ikan sarden, makarel, remis, kerang
Ikan, daging,unggas, ayam, udang, kacang-kacangan,dan hasil olahan,asparagus, bayam,daun singkong,kangkung, daun dan biji melinjo
Nasi, ubi, singkong, jagung, roti,mie, bihun, susu, keju, telur, gula, kue kering

3.    Fenilketonuria
Fenilketonuria ialah suatu penyakit yang disebabkan karena ketidakmampuan tubuh merubah asam amino fenilalanin menjadi tirosin.Hal ini terjadi disebabkan karena tidak terdapat enzim fenilalanin hidroksilase (PAH) yang berfungsi merubah asam amino fenilalanin menjadi asam amino tirosin.Kekurangan PAH didalam tubuh  menyebabkan fenilalanin terkumpul dan berubah menjadi fenilketon yang dapat dideteksi dalam urin. Fenilalanin yang berlebihan dalam darah mengganggu perkembangan otak sehingga terjadi kelemahan mental dan pigmentasi rambut berkurang
Fenilketonuria disebabkan karena gen pada kromosom 12 mengalami mutasi. Gen pengkode protein yang disebut PAH atau phenylalanine hydroxylase adalah sebuah enzim dalam hati. Enzim ini bertugas memecah asam amino fenilalanin menjadi produk lain yang dibutuhkan tubuh, yaitu tirosin.
Pada saat gen ini termutasi, bentuk dari enzim PAH berubah dan menjadi tidak mampu untuk memecah fenilalanin. Fenilalanin yang tak dapat dipecah tubuh akhirya terakumulasi dalam aliran darah dan menjadi racun dalam otak.Akibat tidak terurainya fenilalanin menjadi tirosin, maka tertimbunlah fenilalanin dalam hati dan kelebihannya akan masuk dalam peredaran darah serta diedarkan ke seluruh.
Kelebihan fenilalanin dan asam fenilpiruvat dikeluarkan oleh ginjal bersama urin. Fenilalanin yang terkandung dalam urin adalah 300 –1000 mg fenilalanin per 100 ml, sedangkan keadaan normal sekitar 30 mg fenilalanin per 100 ml. Plasma darah mengandung 15 – 65 mg fenilalanin per 100 ml, sedangkan kondisi normal hanya 1 – 2 mg fenilalanin per 100 ml.
4.    Tirosinosis
Tirosinosis merupakan suatu kondisi langka akibat cacat dalam metabolisme asam amino dan ditransmisikan sebagai sifat autosom resesif.Tirosinosis terjadi karena tidak terdapat enzim tirosin transaminase yang mengubah tirosin menjadi asam p-hidroksifenilpiruvat.
5.   Alkaptonuria
Alkaptonuriaadalah gangguan perubahan homogentisat menjadimaley asetoasetat oleh enzim homogentisat oksidase.Enzim ini membantu memecah asam amini fenilalanin dan tirosin, yang merupakan pembentuk protein.Alkaptonuria adalah kondisi d mana urin yang dikeluarkan seseorang berwarna gelap ketika bersentuhan dengan udara. penyakit ini bersifat menurun.
6.   Histidinemia
Histidinemia disebabkan oleh kekurangan (defisiensi) dari enzim yang memecah histidin. Kombinasi histidinemia dan komplikasi medis selama atau segera setelah lahir mengakibatkan peningkatkan cacat intelektual, masalah perilaku, atau gangguan perkembangan otak.
7. Batu Ginjal
Pembentukan batu ginjal merupakan akibat kelebihan konsumsii protein yang tidak termetabolisme secara sempurna. Penyakit batu ginjal atau nefrolitiasis adalah suatu kondisi ketika material keras yang menyerupai batu terbentuk di dalam ginjal. Material tersebut berasal dari sisa zat-zat limbah di dalam darah yang disaring oleh ginjal yang kemudian mengendap dan mengkristal seiring waktu. Pembentukan kristal tidak terjadi dalam waktu yang cepat tapi bersamaan dengan filtrasi urine di dalam tubulus ginjal. Hal ini terjadi apabila dalam nefron ginjal dan konsentrasi zat terlarut dalam darah cukup tinggi sehingga tidak mampu di buang melalui urine, yang dalam waktu laa akan mengendap di saluran kemih termasuk ginjal.
Macam macam batu ginjal, tergantung dari jenis komponen penyusunannya yaitu terdiri dari :
1)  .Batuoksalat/kalsiumoksalat 
Asam oksalat yang terbentuk di dalam tubuh manusia berasal dari metabolisme asam amino dan asam askorbat yakni vitamin C. Asam skorbat merupakan penyumbang terbesar dari prekursor okalat hingga 30%. 
Kalsium oksalat terbentuk hingga 50 % yang dikeluarkan oksalat urine. Manusia tidak mampu melakukan metabolisme oksalat, sehingga harus dikeluarkan melalui ginjal. Jika fungsi kerja organ ginjal mengandung asupan oksalat berlebih akan mengakibatkan peningkatan oksalat yang mendorong terbentuknya batu oksalat di ginjal / kandung kemih. 
2). Batu struvit 
Batu struvit tersusun dari magnesium ammonium fosfat (struvit) dan kalisum karbonat. Batu struvit terbentuk di pelvis dan kalik ginjal apabila produksi ammonia meningkat dan pH urine semakin tinggi, sehingga kelarutan fosfat berkurang. Hal tersebut terjadi akibat adanya infeksi bakteri pemecah urea yang banyak berasal dari spesies proteus dan providencia, peudomonas eratia, dan semua spesies klebsiella, hemophilus, staphylococus dan coryne bacterium pada saluran urine. 
3. Batu urat 
Batu urat umumnya terjadi pada penderita gout atau sejenis penyakit rematik, pengguna urikosurik misalnya probenesid atau aspirin dan penderita diare kronis karena kehilangan cairan dan peningkatan konsentarsi urine serta asidosis yakni pH urine menjadi asam sehingga
terjadipenimbunanyangmembentukasamurat. 
4.Batusistina 
Sistin merupakan bagian dari asam amino yang memiliki tingkat kelarutan paling kecil. Kelarutan semakin kecl apabila pH urine menurun atau menjadi asam. Bila kadar sistin ini tidak dapat larut dan kemudian mengendap serta membentuk kristal yang kemudian tumbuh di dalam sel ginjal atau saluran kandung kemih akan membentuk batu ginjal. 
5. Batu kalium fosfat 
Batu kalium fosfat umumnya terjadi pada penderita hiperkalsiurik yakni kadar kalsium dalam urine yang tinggi atau berlebihnya asupan kalsium di dalam tubuh yang berasal dari konsumsi susu dan keju.
                                                                                                    






DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, Sunita. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka Utama : Jakarta

Bender, David A. 2004.IntroductionTo NutritionAnd Metabolism. Taylor & Francis e-Library

Brody, Tom. 1999. Nutritional Biochemistry. Academic Press: Harcourt Place, 32 Jamestown Road, London

Campbell, Neil A. 2009. Biologi jilid 1 edisi delapan.Erlangga. Jakarta.

Effendi, Sjarif Hidajat, and Wirawijaya, Erta Priadi.2011 Peranan Non Genetik Dalam Keutuhan Sistem Kardiovaskular. Bandung

Gibney, Michael J. et.al. 2009. Introduction toHuman Nutrition Second Edition. Wiley-Blackwell A John Wiley & Sons, Ltd., Publication

Gropper, Sareen S. et.al. 2009. Advanced Nutrition and Human Metabolism,Fifth Edition. Wadsworth, Cengage Learning

Hidayanti, L, dan Nur, R. 2013.  Analisis Kebiasaan Makan Yang Menyebabkan Peningkatan Kadar Asam Urat Pada Dosen Dan Karyawan Universitas Siliwangi.Jurnal Kesehatan Komunitas Indonesia. Vol. 9, No. 2, September 2013
Lanhaw-New, et. al. 2011.Nutrition and Metabolism Second Edition. Wiley-Blackwell A John Wiley & Sons, Ltd., Publication

Lehninger. 2004. Principles of Biochemistry. California: Worth.

Linder, M.C 2010.Biokimia Nutrisi dan Metabolisme. Dengan Pemakaian Secara Klinis. Penerbit Universitas Indonesia. UI-Press

Mandell BF, 2008. Clinical manifestations of hyperuricemia and gout. Clev Clin J   Med. 75(suppl 5): S5-S8

Talarima, B. Ridwan, A dan Arsunan, A.2010. Faktor Risiko Gout Arthritis Di Kota Masohi Kabupaten Maluku Tengah Tahun 2010.Jurnal Makara, Kesehatan,Vo.16, No. 2, desember 2012.
Toha, Abdul Hamid A. 2005.Biokimia : Metabolisme Biomolekul. Alfabeta :Bandung










HASIL DISKUSI


Pertanyaan dari Hasil Presentasi :
1.      Bagaimana hubungan kelebihan protein menyebabkan terjadinya gout ?
Gout adalah suatu proses inflamasi yang terjadi karena de­posisi, deposit/timbunan kristal asam urat pada jaringan sekitar sendi atau tofi. Masalah akan timbul bila terbentuk kristal-kristal dari monosodium urat monohidrat pada sendi-sendi dan ja­ringan sekitarnya. Kristal-kristal ber­bentuk jarum inilah yang mengaki­batkan reaksi peradangan/inflamasi, yang bila berlanjut akan mengaki­batkan nyeri hebat.
Asam urat adalah hasil produksi oleh tubuh, merupakan hasil akhir metabo­lisme purin.Purin adalah protein yang termasuk golongan nukleoprotein.Purin didapat dari makananselain itu juga berasal dari penghancuran sel-sel tubuh yang sudah tua.
Sintesis purin bisa dilakukan oleh tubuh sendiri dari bahan-bahan seperti: CO2, glutamine, glisin, asam aspartat dan asam folat.Asam amino merupakan prekursor biosintesis kerangka basa purin, seperti glisin, aspartat dan glutamat.
Biosintesis purin berlangsung di dalam asam nukleat. Ada 3 proses yang berperan dalam biosintesis purin, yaitu: Sintesis dari zat antara amfibolik (sintesis de Novo), fosforilasi, fosforilasi nukleosida purin.

2.      Bagaimana obesitas menyebabkan gout?
Purin adalah kandungan yang terdapat dalam beberapa bahan makanan, seperti daging merah, organ dalam hewan (jerohan), dan makanan laut yang dikalengkan. Purin mengandung senyawa nitrogen, yang bila terakumulasi cukup banyak di dalam tubuh dapat meningkatkan kadar asam urat.
Jumlah purin yang berlebih dapat menyebabkan sendi bengkak, memerah, dan nyeri.Pada orang denganobesitas, penguraian purin sulit dilakukan karena tercampur dengan lemak yangjumlahnya cukup banyak. Hal ini akan lebih parah jika orang tersebut kurang mengonsumsi air putih, sehingga penyumbatan akan lebih mudah terjadi.
Selain kadar purin, lemak yang ada pada tubuh juga pengaruh timbulnya asam urat. Lemak yang berlebih menghambat kinerja ginjal sehingga menjadi tidak maksimal. Ginjal yang tidak berfungsi secara maksimal tidak akan bisa menyaring asam urat yang ada pada tubuh dengan baik, sehingga lebih banyak asal urat yang menumpuk.
Penderita obesitas 4 kali lebih beresiko terkena asam urat daripada orang yang memiliki berat badan normal.Gout karena obesitas terjadi karena penumpukan purin di daerah sendi.Obesitas seringdihubungkan dengan kadar asam urat serumdan merupakan salah satu faktor resikoterjadinya pirai pada hiperurisemiaasimtomatis. Hal ini dihubungkan denganinsiden hiperurisemia yang sesuai denganberatnya kegemukan. Peningkatan massatubuh dihubungkan dengan peningkatanproduksi asam urat endogen (Manampiring,2011). Obesitas tubuh bagian atas (obesitasabdominal) berhubungan lebih besar denganintoleransi glukosa atau penyakit diabetesmellitus, hiperinsulinemia,hipertrigliseridemia, hipertensi, dan goutdibanding obesitas bawah. Tingginya kadarleptin pada orang yang mengalami obesitasdapat menyebabkan resistensi leptin.
Leptinadalah asam amino yang disekresi olehjaringan adiposa, yang berfungsi mengaturnafsu makan dan berperan pada perangsangansaraf simpatis, meningkatkan sensitifitasinsulin, natriuresis, diuresis dan angiogenesis.Jika resistensi leptin terjadi di ginjal, makaakan terjadi gangguan diuresis berupa retensiurin. Retensi urin inilah yang dapatmenyebabkan gangguan pengeluaran asamurat melalui urin, sehingga kadar asam uratdalam darah orang yang obesitas tinggi(Febby, 2013).

3.      Bagaimana diet pada penderita gout dan berapa batasan kebutuhan putin pada penderita gout?
Penanganan diet yang diberikan untuk penderita gout adalah sebagai berikut:
a.      Pembatasan purin
Diet yang normal biasanya mengandung 600-1000 mg purin per hari.Oleh karena itu, diet bagi penderita hiperurisemia harus dikurangi kandunganpurinnya hingga kira-kira hanya mengkonsumsi sekitar 100-150 mg purin perhari.


b.    Kalori sesuai dengan kebutuhan
Jumlah kalori sesuai kebutuhan dan dijaga agar jangan sampai mengakibatkan kurang gizi atau berat badan dibawah normal. Kekurangankalori akan meningkatkan asam urat serum dengan adanya keton bodies yangdapat mengurangi pengeluaran asam urat melalui urin. Pada penderitahiperurisemia yang gemuk, konsumsi kalori perlu dikurangi 10-15% dari totalkonsumsi yang normal setiap harinya.
c.   Tinggi karbohidrat
Karbohidrat diberikan sesuai dengan kebutuhan kalori. Karbohidratkompleks, seperti nasi, singkong, roti, ubi, sangat baik dikonsumsi oleh
penderita hiperurisemia karena dapat meningkatkan pengeluaran asam uratmelalui urin. Konsumsi karbohidrat kompleks disarankan tidak kurang dari100 gr/hari. Sebaliknya penderita hiperurisemia harus mengurangi konsumsikarbohidrat sederhana jenis fruktosa, seperti gula, permen karenamengkonsumsi fruktosa jenis ini dapat meningkatkan kadar asam urat dalamserum.
d.      Rendah protein
Penderita hiperurisemia diberikan diet rendah protein, karena proteindapat meningkatkan produksi asam urat, terutama protein yang berasal daribahan makanan hewani.Menurut Krause, penderita hiperurisemia dapat diberikan protein sebesar 50-70 gr/hari atau 0,8-1,0 gr/BB /hari.
e.      Rendah lemak
Lemak dapat menghambat pengeluaran asam urat melalui urin. Olehsebab itu, penderita hiperurisemia sebaiknya diberikan diet rendah lemak.
Penderita harus membatasi makanan yang digoreng atau bersantan sertamenghindari penggunaan margarine.
f.     Tinggi cairan
Konsumsi cairan yang tinggi, terutama dari minuman, dapat membantu
pengeluaran asam urat melalui urin. Usahakan dapat minum air putih 2-2,5liter per hari.
g.      Tanpa alkohol
Bahwa kadar asam urat serum bagi orang yang mengonsumsi alkohollebih tinggi dibanding orang yang tidak mengkonsumsi alcohol karena alcoholdapat meningkatkan asam laktat plasma, dan asam laktat yang dihasilkan iniakan menghambat pengeluaran asam urat (Krisnatuti, 2008)

PENGELOMPOKAN  BAHAN MAKANAN MENURUT KADAR PURIN PER 100 gr BAHAN
100-1000 mg
9 – 100 mg
Kurang dari 9 mg
Otak, hati, jantung, ginjal, jerohan, ekstrak daging,/kaldu, bebek, ikan sarden, makarel, remis, kerang
Ikan, daging,unggas, ayam, udang, kacang-kacangan,dan hasil olahan,asparagus, bayam,daun singkong,kangkung, daun dan biji melinjo
Nasi, ubi, singkong, jagung, roti,mie, bihun, susu, keju, telur, gula, kue kering

4.    Bagaimana terjadinya batu ginjal (Nefrolitiasis)?
Nefrolitiasis atau batu ginjal adalah kelainan yang terjadi akibat konsentrasi asam urat di urin. Nefrolitiasis adalah suatu keadaan dimana terdapat satu atau lebihbatu di dalam pelvis atau kaliks dariginjal.Batu asam urat di ginjal dapat ditemukan pada 10-25% penderita gout. Bila kadar asam urat darah > 13 mg/dl atau ekskresi asam urat di urin > 1.100 mg/dl, timbulnya batu asam urat akan meningkat menjadi 50%.
Batu ginjal terbentuk bila konsentrasi mineral atau garam dalam urine mencapai nilai yang memungkinkan terbentuknya kristal, yang akan mengendap pada tubulus ginjal atau ureter. Meningkatnya konsentrasi garam garam ini disebabkan adanya kelainan metabolisme. Batu ginjal sebagian besar merupakan garam kalsium, fosfot, oksalat, serta asam urat. Batu yang lainnya adalah batu sistein, tapi jarang terjadi.

a.   Teori pembentukan inti. Teori ini mengatakan bahwa pembentukan batu berasal dari kristal atau benda asing yang berada dalam urin yang pekat. Teori ini ditentang oleh beberapa argumen, dimana dikatakan bahwa batu tidak selalu terbentuk pada pasien dengan hiperekresi atau mereka dengan resiko dehidrasi. Tambahan, banyak penderita batu dimana koleksi urin 24 jam secara komplit normal. Teori inti matrik : Pembentukan batu saluran kemih membutuhkan adanya substansi organic sebagai pembentuk inti. Substansi organic terutama muko protein Amukopolisakarida yang akan mempermudah kristalisasi dan agregasi substansi pembentuk batu.
b.   Teori supersaturasi :peningkatan dan kejenuhan substansi pembentukan batu dalam urin seperti sistin, xastin, asam urat, kalsium oksalat mempermudah terbentuknya batu. Kejenuhan ini juga sangat dipengaruhi oleh pH dan kekuatan ion
c.   Teori presipitasi-kristalisasi :Perubahan pH urin akan mempengaruhi solubilitas substansi dalam urin. Di dalam urin yang asam akan mengendap sistin, xastin, asam urat, sedang didalam urin yang basa akan mengendap garam-garam fosfat.
d.   Teori berkurangnya faktor penghambat :Mengatakan bahwa tidak adanya atau berkurangnya substansi penghambat pembentukan batu seperti fosfopeptida, pirofosfat, polifosfat, asam mukopolisakarida dalam urin akan mempermudah pembentukan batu urin. Teori ini tidaklah benar secara absolut karena banyak orang yang kekurangan zat penghambat tak pernah menderita batu, dan sebalinya mereka yang memiliki faktor pengahmbat berlimopah membentuk batu.

e.   Teori lain adalah : Berkurangnya volume urin : Kekurangan cairan akan menyebabkan peningkatan kosentrasi zat terlarut (missal; kalsium, natrium, oksalat dan protein) yang mana ini dapat menimbulkan pembentukan kristal diurin)