Friday, 4 May 2012

HYPERHOMOSISTEIN


BAB I
PENDAHULUAN
I.1        Latar Belakang
Penyakit kardiovaskuler (PKV) merupakan penyebab kematian utama di negara maju seperti Amerika Serikat, Eropa, dan banyak negara di Asia. Diperkirakan pada milenium mendatang PKV akan menjadi penyebab kematian nomor satu di dunia.(1) Secara umum dikenal berbagai faktor risiko tradisional yang dapat menimbulkan aterosklerosis seperti dislipidemia, merokok, hipertensi, diabetes mellitus dan adanya riwayat keluarga.(1,2) Faktor risiko tersebut hanya dapat menentukan 50-60% variasi kejadian koroner secara individual, bahkan ada suatu penelitian yang menunjukkan 80% penderita jantung koroner (PJK) dengan kadar kolesterol total sama tinggi dengan yang non PJK.(2,3) Beberapa studi intervensi menunjukkan bahwa mereka yang telah berhasil diturunkan kadar kolesterol total dan kolesterol low density lipoproteinnya (LDL) masih tetap menunjukkan progresifitas aterosklerosis secara arteriografik. Alasan kejadian ini adalah pada penderita tersebut 31 J Kedokter Trisakti Januari-April 2002, Vol.21 No.1 terdapat mekanisme lain selain hanya peningkatan lipid semata.(3) Oleh sebab itu kini bermunculan berbagai faktor risiko non tradisional atau faktor risiko baru yang berkaitan dengan aterosklerosis dan trombosis antara lain lipoprotein (a), LDL kecil padat, plasminogen activator inhibitor (PAI-1), faktor von Willebrand (vWF), dan homosistein.(1,2) Hubungan peningkatan homosistein dengan penyakit vaskuler pertama kali dikemukakan oleh Mc Cully pada tahun 1969.(1) Ia melaporkan adanya aterosklerosis disertai disertai trombosis arteri pada otopsi dua orang anak yang mempunyai kadar homosistein darah dan urin yang tinggi.
Homosistein merupakan faktor risiko stroke yang baru dan masih terus diteliti. Penelitian  terdahulu menduga adanya hubungan antara peningkatan kadar homocysteine dan risiko atherosclerosis. Hasil penelitian terdahulu masih kontroversial.  Homocysteine akan meningkat pada kerusakan jaringan, sehingga muncul kontroversi apakah peningkatan homocysteine sebagai kausa atau efek. Penelitian prospektif yang menilai hyperhomocysteinemia sebagai faktor  risiko stroke iskemik pada penderita dengan penyakit vskuler masih terbatas. Sebuah penelitian prospektif yang menarik untuk disimak adalah: Prospective Study of Serum Homocysteine and Risk of Ischemic Stroke Among Patients with Preexisting Coronary Heart Disease yan dilakukan oleh Tanne D, Haim M, Goldbount D (2003) dimuat di majalah Stroke, 34;632636 
Penelitian ini menilai secara prospektif hubungan homocysteine dengan  risiko stroke  iskemik pada pasien dengan riwayat penyakt vaskuler. Metode penelitian adalah dengan Penelitian kasus kontrol pada penelitian prospektif Bezafibrate Infarction Prevention Study. Batasan CHD adalah : (1) Riwayat infark miokard (> 6 bulan< 5 tahun), dan (2) Riwayat angina pektoris (konfirmasi dari angiografi koroner, scintigrafi, tes  latihan). Ratarata follow up 8,2 tahun (6,79,6 tahun).  Insidensi stroke dilakukan dengan (1) Batasan WHO, (2) Head CT Scan, dan (3) Skala Rankin. 












BAB II
ISI
1.      Pengertian
Homosistein adalah asam amino alami, yang jika berada dalam kadar yang tinggi dalam darah, dapat meningkatkan  resiko pembekuan darah. Kondisi ini dikenal dengan hiperhomosisteinemia. Orang dengan hiperhomosistein bisa saja mendapatkan pembekuan darah di pembuluh darah vena (seperti trombosis vena bagian dalam dan emboli paru) atau di arteri (misalnya stroke dan serangan jantung). Hal ini dipercaya bahwa tingkat darah tinggi dari homosistein dapat merusak lapisan pembuluh darah. Kerusakan inilah yang dapat menyebabkan pembekuan darah. Selain dapat membuat seseorang rentan terhadap pembekuan darah, hiperhomosisteinemia juga akan meningkatkan resiko cacat lahir, demensia (misalnya penyakit Alzheimer), dan patah tulang. Penyebab umum terjadinya hiperhomosisteinemia  berupa penyakit ginjal, kekurangan vitamin B (seperti folat, vitamin B12, dan vitamin B6), hipotiroid, alkohol dan obat-obatan tertentu.
Hyperhomocysteinemia atau hiperhomosisteinemia adalah kondisi medis yang ditandai dengan tingkat normal besar homosistein dalam darah.
Sebagai konsekuensi dari reaksi biokimia di mana homosistein yang terlibat, kekurangan dari vitamin piridoksin (B6), asam folat (B9), atau B12 dapat menyebabkan kadar homosistein yang tinggi. Suplementasi dengan piridoksin, asam folat, B12, atau trimethylglycine (betain) mengurangi konsentrasi homosistein dalam aliran darah.
Hyperhomocysteinemia adalah penyakit yang meningkatkan risiko arteri atau penyakit pembuluh darah. Hyperhomocysteinemia biasanya terjadi pada orang dengan setidaknya satu gen yang rusak, yang mempengaruhi pemecahan homosistein. Hal ini sering dikaitkan dengan folat atau defisiensi cobalamin serta cacat genetik. Keparahan gejala ditentukan oleh seberapa tinggi  tingkat  homocysteine. Penderita umumnya tanpa gejala sampai timbulnya dini penyakit arteri di kemudian hari. Gejala lain seperti keterbelakangan mental hanya terjadi pada kasus yang berat dimana kadar homosisteinsangat tinggi. 
Hyperhomocysteinemia adalah tingkat tinggi homosistein dalam darah manusia. Tingkat tinggi homocysteine ​​membuat seseorang lebih rentan terhadap cedera endotel, yang menyebabkan peradangan pembuluh darah, yang pada gilirannya dapat menyebabkan aterosklerosis, yang dapat menyebabkan cedera iskemi, hyperhomocysteinemia. Karena itu merupakan faktor risiko untuk penyakit arteri koroner. Penyakit arteri koroner adalah ketika sebuah aterosklerosis menyebabkan oklusi dari lumina dari arteri koroner.Pembuluh nadi mensuplai jantung dengan darah teroksigenasi.

2.Hyperhomosisteinemia

1.      DEFINISI HIPERHOMOSISTEINEMIA
Suatu bentuk trombofilia diperoleh akibat tingginya kadar homosistein dalam darah. Hal ini sering dikaitkan dengan defisiensi folat atau kobalamin serta cacat genetik. Keseriusan gejala tergantung pada seberapa tinggi kada homosistein dalam darah. Penderita umumnya tidak merasakan gejala apapun (asymptomatis). Gejala lain seperti keterbelakangan mental hanya terjadi pada kasus yang berat dimana kadar homosistein sangat tinggi.

2.      DIAGNOSIS
Diagnosis hiperhomosisteinemia dibuat dengan mengukur tingkat homosistein total dalam darah. Beberapa orang mewarisi kecacatan yang disebabkan karena hiperhomosisteinemia. Dalam kasus yang langka, pewarisan kecacatan dalam gen, menghasilkan bentuk yang parah darah hiperhomosisteinemia, yang disebut dengan homosistinuria. Orang yang terkena homosistiuria memiliki resiko yang sangat tinggi terhadap pembekuan darah, dan juga menderita keterbelakangan mental, kelainan tulang, dan masalah penglihatan.

3.      GEJALA
Kelainan pembuluh darah Atherosklerosis : Suatu kondisi yang merupakan salah satu bentuk dari arteriosklerosis, dimana athreomas disebabkan oleh agregasi kolesterol dan lipid. Asymptomatic : Thrombosis : Pembekuan darah yang terjadi di dalam pembuluh darah. Keropos tulang: Sebuah kondisi yan ditandai dengan hilangnya kepadatan tulang dalam tubuh.

4.      PENGOBATAN
Tujuan utama dari pengobatan ini adalah menurunkan kadar darah dari homosistein menjadi normal. Pengobatan dapat terdiri dari pemberian suplemen asam folat, obat antikoagulan (pengencer darah).
Pasien dengan homosistinuria sering diberikan vitamin B6 atau betaine dengan dosis tinggi dan jumlah metionin yang dikonsumsi dalam diet, dapat dibatasi.

5.      PENYEBAB
·         Defisiensi Vitamin B12
·         Defisiensi Cystathionine beta-synthase
·         Defisiensi Methylenetetrahydrofolate reductase
·         Defisiensi Folat
·         Defisiensi Vitamin B6
Penyebab hiperhomosisteinemia adalah multifaktoral.
a.       Genetik
Pada homosistinuria homozigot aktivitas enzim sistasional β  sintase sangat rendah bahkan tidak terdeteksi, sedang kadar homosistein darah meningkat. Karena gen untuk enzim sistasionin β sintase terletak pada kromosom 21, maka pada sindroma Down, atau trisomi 21 dapat dijumpai keadaan yang sebaiknya yaitu peningkatan enzim sistasionin β sintase. Penurunan kadar homosistein plasma dijumpai pada 8 anak dengan sindroma Down. Pengaruh genetik pada konsentrasi homosistein plasma juga terlihat pada orang normal dan pada pasien dengan penyakit vaskuler.

b.      Age/gender
Kadar homosistein plasma meningkat seiring dengan peningkatan usia. Penyebabnya kemungkinan adanya penurunan kadar kofaktor atau adanya kegagalan ginjal yang sering dijumpai pada pasien lanjut usia. Selain itu aktivitas enzim sistasionin β sintase juga menurun seiring dengan bertambahnya usia.

c.       Jenis Kelamin
Secara umum, laki-laki mempunyai kadar homosistein yang lebih tinggi dari wanita. Sesudah menopause konsentrasi homosistein akan meningkat. Perbedaan kadar homosistein pada wania dan pria mungkin disebabkan perbedaan hormon sex tehadap metabolisme homo sistein. Selain itu kadar kreatinin atau massa otot yang besar pada pria juga berpengaruh.

d.      Renal function
Terdapat korelasi postif antara kadar homosistein dan kreatinin serum, walaupun mekanismenya belum jelas. Kelainan artriosklerosos renovaskuler dan faktor prerenal juga sangat penting. Pada gagal ginjal kronik kadar homosistein plasma akan meningkat 2-4 kali dari normal. Konsentrasi ini akan menurun setelah dialisis. Peningkatan homosistein pada gagal ginjal mungkin disebabkan gangguan metabolisme.

e.       Nutrition
Kadar homosistein akan sangat meningkat pada defisiensi kofaktor vitamin B12 atau folat. Korelasi negatif antara kadar folat serum dan B12 telah terbukti pada orang normal. Hiperhomosisteinemia didapat antara lain disebabkan oleh defisiensi asam folat, vitamin B6 dan vitamin B12. Untuk memperoleh kadar homosistein yang optimal diperlukan kadar yang cukup dari ketiga vitamin itu. Asupan vitamin B6 yang dianjurkan untuk pria adalah 2mg/hari sedang wanita 1,6 mg/hari.

f.       Penyakit
Terdapat beberapa penyakit yang dihubungkan dengan peningkatan kadar homosistein plasma yaitu psoriasis, keganasan dan pemakaian obat-obatan. Psoriasis yangberat dihubungkan dengan peningkatan kadar homosistein plasma. Pada suatu penelitian didapatkan penderita psoriasis mempunyai kadar folat yng lebih rendah dari kelompok kontrol. Peningkatan kadar homosistein juga dijumpai pada leukimia limfoblastik akut. Selain itu beberapa keganasan seperti kanker payudara, ovarium dan pankreas juga menunjukkan peningkatan kadar homosistein. Plasma homosistein juga dipengaruhi oleh obat-obatan seperti methorexate, nitrous oxide, phenytoin, carhamazepine, azaribine, kontrasepsi oral dan penicillamine.

6.      PENGOBATAN HIPERHOMOSISTEINEMIA
Peningkatan kadar homosistein plasma dapat diturunkan secara bermakna dengan terapi vitamin B dan folat terkecuali penderita homosistinuria dengan kadar honosistein yang amat tinggi. Dosis optimal dan terapi kombinasi belum ditentukan dengan pasti, tetapi anjuran di bawah ini dapat dipakai sebagai pedoman.
Asam folat dengan dosis 1-2 mg/hari merupakan pilihan pertama, biarpun dosis 400 ug/ hari sudah cukup untuk penderita dengankelainan primer defisiensi folat. Kebanyakan suplemen multivitamin mengandung 40 ug. Pemakaian piridoksin dengan dosis 10-25 mg/hari dapat berguna sebagai terapi tambahan pada penderita yang penurunan homosisteinnya kurang memadai dengan terapi asam folat. Terapi dengan vitamin B12 saja kurang efektif untuk menurunkan kadar homosistein, kecuali pada defisiensi vitamin B12








BAB III
KESIMPULAN
Kesimpulan
·         Hyperhomocysteinemia adalah penyakit yang meningkatkan risiko arteri atau penyakit pembuluh darah.
·         Hyperhomocysteinemia biasanya terjadi pada orang dengan setidaknya satu gen yang rusak, yang mempengaruhi pemecahan homosistein.
·         Diagnosis hiperhomosisteinemia dibuat dengan mengukur tingkat homosistein total dalam darah.
·         Penyebab hiperhomosisteinemia adalah multifaktoral : Genetik, age/gender, jenis kelamin, renal function, nutrition, penyakit dan nutrition.

No comments:

Post a Comment